Senin, 22 Oktober 2012

Teknik Lalu Lintas GW

BAB 1 PENDAHULUAN I. PENGANTAR Infrastruktur fisik, terutama jaringan transportasi darat (jalan), memiliki keterkaitan yang sangat kuat dengan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah maupun terhadap kondisi sosial budaya kehidupan masyarakat. Dalam konteks ekonomi, infrastruktur sebagai modal sosial masyarakat merupakan tempat bertumpu perkembangan ekonomi, sehingga pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak mungkin dicapai tanpa ketersediaan infrastruktur yang memadai. Namun penting bagi tercapainya pembangunan berkelanjutan bahwa pembangunan infrastruktur memiliki kompatibilitas dengan kondisi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia di wilayah pengembangan, sehingga dilakukan penataan ruang agar terbentuk alokasi ruang yang menjamin kompatibilitas tersebut. I.1 DASAR-DASAR LALULINTAS Lalu lintas di jalan raya ditimbulkan oleh adanya pergerakan alat-alat angkutan, sedangkan kegiatan angkutan itu sendiri timbul karena adanya kebutuhan perpindahan manusia dan / atau barang. Dasar – dasar timbulnya lalu lintas Masyarakat terdiri dari berbagai tingkat yang saling berhubungan, sehingga timbul kebutuhan akan pengangkutan/transportasi. Alat angkut yang bergerak bersama-sama akan menimbulkan lalu lintas (traffic).Dengan kata lain : Lalu lintas merupakan turunan kedua dari masyarakatDerajat kebutuhan akan angkutan menunjukkan aktivitas masyarakat. Dengan demikian perkembangan lalu lintas akan mengikuti perkembangan masyarakat yang bersangkutan.Pada masyarakat agragris dan primitif, kebutuhan angkutan dipenuhi sendiri dengan orang dan binatang (misal : kuda). Lalulintas dan Produktifitas Wilayah Peningkatan produktivitas menghasilkan surplus yang akan dijual atau ditukar dengan masyarakat lain; timbul apa yang dinamakan : market economic society. Untuk itu diperlukan alat angkut yang lebih baik untuk pengumpulan hasil produksi dan pemasaran. Untuk mendukung perwujudan konsep pengembangan Wilayah yaitu mengembangkan wilayah menjadi daerah yang maju dan sebagai satu kesatuan sistem keruangan yang terpadu, dengan memperhatikan kondisi fisik, geografis dan sosial ekonomi serta mengembangkan wilayah dengan orientasi global serta memperbesar peluang terjadinya interaksi dengan kawasan pertumbuhan dalam lingkup regional dan nasional, maka dirumuskan strategi pengembangan wilayah dalam bentuk strategi pemanfaatan ruang, strategi pengembangan sistem kota dan strategi pengembangan infrastruktur yang merupakan langkah-langkah operasional mengimplementasikan rencana tata ruang. Dalam pembangunan jalan berbasis penataan ruang, dukungan transportasi (jalan dan lalulintasnya) dalam perwujudan rencana pengembangan ruang wilayah masa mendatang dirumuskan ke dalam strategi spasial pengembangan sistem jaringan transportasi utamanya jalan. Sejalan dengan upaya pengembangan wilayah, berbagai kegiatan masyarakat dan pemerintah selalu terjadi ketidaktepatan rencana dan ketertiban pemanfaatan ruang, hal ini dapat mengurangi efisiensi kegiatan sosial ekonomi dan dapat menyebabkan penurunan kualitas dan daya dukung ruang yang pada gilirannya akan dihadapkan pada berbagai kompleksitas, dinamika dan keanekaragaman persoalan sosial ekonomi dan politik yang bersifat kontradiktif yang memerlukan perhatian dan penanganan dari Pemerintah, selain itu seluruh potensi masyarakat di berbagai daerah (terutama pedesaan) tidak dapat dieksplorasi secara maksimal untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat itu sendiri. Salah satu persoalan ketidaktepatan rencana adalah dalam pembangunan jaringan jalan yang berdampak pada kondisi lalulintas kendaraan yang ada dan terjadi di jalan raya.. Pembangunan jalan menuntut berbagai kompatibilitas lintas spasial, lintas sektor dan antar pemangku kepentingan.Untuk itu pembangunan jalan berbasis pada kondisi tingkat perkembangan setiap wilayah yang secara regional maupun nasional dibagi dalam tiga kategori, yaitu pengembangan jalan di kawasan telah berkembang, kawasan mulai berkembang, dan kawasan pengembangan baru. Pembangunan jaringan jalan sangat diperlukan untuk mendukung dan sekaligus mendorong dinamika masyarakat di daerah maupun sebagai akselerator mobilitas antar daerah. Hal ini dapat diartikan bahwa pembangunan jaringan jalan akan dapat dirasakan bagi masyarakat apabila terdapat manfaat atau dampak positif dari pembangunan jaringan jalan tersebut. Manfaat dari pembangunan jaringan jalan bagi masyarakat ada yang bersifat langsung, tetapi ada pula yang bersifat tidak langsung.Bersifat langsung apabila jaringan jalan yang dibangun segera dapat meningkatkan lalulintas orang, barang maupun jasa-jasa baik oleh masyarakat setempat maupun mobilitas antar daerah serta secara langsung dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat.Hal ini dapat diukur melalui beberapa indikator seperti misalnya kenaikan jumlah penumpang, jumlah kendaraan, panjang rute angkutan, jumlah moda angkutan, waktu tempuh, jumlah pendapatan perkapita masyarakat dan lain-lain.Sedangkan manfaat tidak langsung dapat diartikan bahwa dengan tersedianya jaringan jalan maka potensi daerah dapat lebih didayagunakan. Pada aspek yang lebih luas, pembangunan sektor transportasi (terutama sarana dan prasarana jalan) dapat memberikan manfaat bagi perekonomian daerah melalui ; (i) penurunan biaya transportasi bagi masyarakat terutama pelaku bisnis, serta (ii) melalui perluasan aksesibilitas dunia usaha terhadap pemasok tenaga kerja dan pasar. Kualitas transportasi yang prima juga dapat mengundang dunia usaha untuk membangun bisnisnya di daerah tersebut. Pada skala daerah maupun nasional, peningkatan produktifitas yang dihasilkan dari peningkatan transportasi pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Konstribusi lainnya dari sektor transportasi dalam mendorong pembangunan adalah bersumber dari peningkatan keamanan (safety improvement).Peningkatan keamanan dapat juga menurunkan biaya resiko dan biaya-biaya lainnya yang terkait dengan perjalanan yang dikeluarkan oleh masyarakat dan dunia usaha sehingga pada akhirnya menimbulkan efisiensi dalam perekonomian. Pembangunan transportasi di sebuah kawasan atau wilayah, harus diarahkan pada peningkatan ketersediaan dan kualitas pelayanan agar tercapai suatu sistem transportasi antar moda (kendaraan) yang erat kaitannya dengan kondisi fisik dan geografi wilayah, dan mampu meningkatkan efektifitas transportasi antar daerah dan kawasan pertumbuhan, serta mampu memberikan pelayanan dan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat yang meliputi transportasi darat, transportasi laut dan transportasi udara,yang mana kerangka pengembangan diatas dituangkan dalam bentuk strategi pengembangan transportasi jalan yang mewadahi pola pergerakan intra dan inter wilayah yang menghubungkan antar wilayah yang ada. Penetapan jaringan jalan tertentu sebagai jalan poros dalam sebuah wilayah Desa dalam Kecamatan dapat berfungsi sebagai urat nadi utama di wilayah desa dalam upaya peningkatan peran desa dalam pembangunan (backward-foreward linkage), penetapan ini juga akan secara langsung maupun tidak langsung dapat memberi dampak sinerginya pertumbuhan wilayah desa yang secara holistik berdampak pada peningkatan Indek Pembangunan Masyarakat (IPM), sehingga peningkatan kesejahteraan dan upaya memperkecil disparitas wilayah dapat terwujud. Selain itu tersedianya infrastruktur pembangunan desa selain infrastruktur jalan seperti sarana publik, sarana jaringan irigasi, sarana air bersih, sarana sosial, sarana kesehatan, sarana ibadah, sarana ekonomi dan sebagainya secara komprehensif dapat meningkatkan upaya pelayanan pemerintah kepada masyarakat dalam mewujudkan peningkatan IPM. Namun pembangunan infrastruktur sedemikian banyak tentunya akan membutuhkan investasi yang sangat besar, bahkan terkadang sebagian infrastruktur tersebut belum tentu merupakan kebutuhan masyarakat dalam upaya pengembangan taraf hidup, sehingga evaluasi dan inventariasi atas kebutuhan sarana dan prasarana infrstruktur pedesaan perlu dikaji berdasarkan analisis SWOT dari wilayah desa. SWOT dimaksud untuk dapat menggali kekuatan (Strength) apa yang dimiliki oleh desa sebagai modal utama untuk dapat dikembangkan sebagai wilayah pusat pertumbuhan, identifikasi kelemahan (Weakness) yang dimiliki desa yang harus dicermati, yang sekiranya dapat menghambat upaya pengembangan, kemudian peluang (Opportunities) apa yang dapat dijadikan sebagai titik tolak modal pengembangan serta rincian program sebagai upaya pengembangan yang dijadikan harapan (Treatmen) dan dijustifikasi dapat memberi dampak peningkatan kesejahteraan paling besar. Dari analisis SWOT desa ini akan tergambar prioritas dukungan infrastruktur yang diperlukan dalam mewujudkan pembangunan dan pengembangan desa guna peningkatan IPM masyarakat secara keseluruhan. Pembangunan jalan yang berbasis penataan ruang dalam operasionalisasinya merupakan pembangunan sektor jalan yang mengacu kepada indikasi program strategis penataan ruang. Tidak dapat dipungkiri bahwa jalan sebagai jaringan transportasi yang paling dominan digunakan oleh penduduk untuk beraktivitas memegang peranan penting dalam pembangunan wilayah. Oleh karena itu, pembangunan jalan harus kompatibel dengan potensi sumberdaya dimana penentuan jaringan jalan dan prioritas pengembangan akan menjadi penentu efektivitas pembangunan prasarana jalan dari segi dampak terhadap pembangunan ekonomi dan sosial. Pembangunan sarana dan prasarana transportasi khususnya diwilayah pedesaan merupakan salah satu syarat yang mendasar bagi peningkatan perekonomian pedesaan. Dengan dibukanya suatu jaringan transportasi dari sebuah daerah yang terisolasi dengan daerah sekitarnya atau dengan daerah yang lebih maju maka akan memacu pertumbuhan perekonomian serta sumber daya daerah tersebut. Tetapi seringkali pembangunan sarana transportasi yang ada sekarang, khususnya transportasi darat, lebih dititik-beratkan berdasarkan nilai kelayakan ekonomi semata (terkadang ada pula nilai politisnya), dan kurang mempertimbangkan dampak pembangunan tersebut yang akan ditimbulkan terhadap pertumbuhan daerah yang dilalui atau daerah yang akan dilayaninya. Pemantapan kehandalan prasarana jalan untuk mendukung kawasan andalan, termasuk sentra-sentra produksi di wilayah kecamatan, melalui: (a) keterpaduan sistim jaringan jalan terhadap tata ruang, (b) pemantapan kinerja pelayanan prasarana jalan terbangun melalui pemeliharaan, rehabilitasi serta pemantapan teknologi terapan, (c) penyelesaian pembangunan ruas jalan untuk memfungsikan sistem jaringan. Untuk menjamin pertumbuhan ekonomi dan mengatasi kebutuhan angkutan di daerah khususnya di wilayah pedesaan, dibutuhkan fasilitas jaringan transportasi darat (jalan) yang saling menghubungkan antara wilayah desa, wilayah pemukiman, daerah pertanian, perkebunan dan daerah lain sekitarnya. Sasaran umum kebijaksanaan pemerintah di dalam lalu lintas dan angkutan jalan adalah untuk menciptakan sistem transportasi di daerah sehingga mobilitas orang dan barang dapat menunjang pertumbuhan ekonomi daerah khususnya pedesaan dan dapat memenuhi kebutuhan sosial dan perniagaan masyarakat pedesaan dalam upaya meningkatkan pelayanan pada masyarakat pemakai jalan. Pembangunan infrastruktur yang sesuai dengan kebutuhan, sesuai dengan kondisi lingkungan, sesuai dengan visi misi pembangunannya, serta memberi dampak tumbuh dan berkembangnya masyarakat sebagai masyarakat yang sejahtera, adalah suatu hal penting dalam aspek keberhasilan pemerintahan,hal semacam ini jelaslah memerlukan peranan evaluasi yang secara komprehensif dapat menjelaskan prioritas program kegiatan pembangunannya, menentukan ukuran keberhasilan, memberi ukuran dampak yang jelas (dampak langsung maupun dampak ikutan/ output-outcomes), serta dapat menentukan skala prioritas yang benar dan tepat, dalam menjamin tujuan bertumbuhnya masyarakat kota yang baik, harmonis dan sejahtera. Penetuan prioritas infrastruktur pedesaan yang baik haruslah dkaji berdasarkan kekuatan yang dimiliki desa, kelemahan yang ada, peluang dan tantangan kedepan sehingga keserasian pembangunan sarana dan pembangunan sumberdaya dapat tercipta dengan baik. Lalu lintas dan sosial ekonomi Terdapat hubungan perkembangan lalu lintas dengan tingkat sosial-ekonomi suatu masyarakat yang membutuhkan angkutan. Perkembangan masyarakat dapat diukur dari Income per capita, yang dapat dinyatakan dalam GNP / jumlah penduduk. Kebutuhan akan angkutan dapat dinyatakan dalam kendaraan x kilometer. Didalam masyarakat berkembang secara normal dengan distribusi Gauss. Perkembangan normal adalah perkembangan yang menuruti logistic-cueva : dx/dt = cx (a-x). sehingga secara kwalitatip dapat dianalisa hubugan antara tingkat kebutuhan angkutan dengan tingkat perkembangan tingkat ekonomi yang bersangkutan. Secara garis besar tingkat perkembangan dapat dibagi dalam empat stadium : - Stadium I Merupakan tingkat perkembangan yang paling rendah. Perekonomian adalah sangat lemah, dan pendapatan per capita sangat rendah, dibandingkan dengan kebutuhan hidup yang normal. Dalam stadium ini pengerahan tenaga masyarakat untuk peningkatan taraf hidup dengan jalan peningkatan produksi. - Stadium II Merupakan tingkat perkembangan yang biasa dikenal dengan istilah “tinggal landas/take off”. Masyarakat mulai meningkatkan angkutan untuk bisa menyalurkan kelebihan produksi; dengan demikian dinamika masyarakat makin tinggi. Dalam stadium ini dengan pelipat gandaan dinamika/pergerakan aktivitas masyarakat, growth-rate kendaraan x kilometer menjadi lebih besar daripada growth-rate income per capita. - Stadium III Merupakan tingkat perkembangan seimbang (eguilibrium). Pada masa ini proses perkembangan dinamika masyarakat selalu seimbang dengan kanaikan tingkat pendapatan, karena investasi kelebihan pendapatan pada sektor lain diluar angkutan, atau untuk memperbaiki tingkat pelayanan terhadap masyarakat akan angkutan misalnya menaikkan keamanan lalu lintas dan kenyamanan berkendaraan. Dalam hal ini growth-rate kendaraan x kilometer adalah kurang lebih sama dengan growth rate income per capita. - Stadium IV Merupakan tingkat perkembangan terakhir dimana garis perkembangan akan naik secara asymptotis terhadap garis batas. Sketsa grafik perkembangan kedua elemen adalah sbb : I.2. MACAM-MACAM ALAT TRANSPORTASI Terdapat beberapa macam alat angkut yang ada saat ini : 1. Udara : air traffic 2. Darat : land traffic a. Jalan Raya : highway traffic b. b. Jalan Rel : railway traffic 3. Air : (Laut/Sungai/Danau) : water traffic 4. Pipa : Pipe transport 5. Kabel : Cable car Dari ke lima pokok alat angkut tersebut, alat angkut darat di jalan raya yang menimbulkan lalu lintas jalan raya (highway traffic) merupakan pelajaran Teknik Lalu Lintas (Traffic Engineering). Sasaran Teknik Lalu Lintas Secara umum sasaran teknik lalu lintas adalah :  Penggunaan prinsip-prinsip ilmiah, alat-alat, teknik-teknik dan penemuan-penemuan untuk mengatur lalu lintas di jalan raya sedemikian sehingga dapat dijamin pergerakan manusia dan barang dengan aman, cepat, leluasa dan nyaman. Ketentuan sasaran diatas adalah subyektif, tergantung dari sudut mana hasil pencapaian akan dinilai.Untuk mendapatkan hasil yang optimal harus ditentukan langkah-langkah berdasarkan landasan-landasan sebagai berikut : 1. Menentukan obyek yang akan dilayani. 2. Menentukan keuntungan didapat dan efek samping yang harus ditanggung masyarakat. 3. Menentukan batasan/kompromi atas alternatif yang dipilih, dan pertimbangan atas yang lain. 4. Menentukan perimbangan antara batas pelayanan yang harus dicapai dengan besar sumber yang dipergunakan. 5. Menentukan perimbangan antara derajat ketelitian hasil yang dicapai dengan tingkat sosial, ekonomi dan teknologi masyarakat. Perilaku Lalu Lintas Perilaku lalu lintas adalah hasil dari pengaruh gabungan antara : - manusia, sebagai pemakai jalan - kendaraan, beserta muatannya - jalan, dengan fasilitasnya - lingkungan / tanah sebagai faktor luar yang berpengaruh Dalam hal teknik lalu lintas, manusia dapat berupa : - pengemudi kendaraan (termasuk sepeda-motor) - pejalan kaki - pengendara sepeda Dimana dalam hal arus yang terjadi, manusia merupakan faktor yang paling tidak tetap dan tidak bisa diramalkan secara tepat. Lalu lintas jalan raya adalah masalah komplek karena melibatkan terjalinnya hubungan antara makhluk alam dan hukum phisik waktu, ruang dan pergerakan. Dalam pengembangannya perlu diperhatikan dua dasar pemikiran tersebut yaitu: 1. Merubah sikap manusia untuk dapat mengikuti dan menjalani lingkungan arus lalu lintas dan fasilitas tetap jalan yang mengaturnya. 2. Memperbaiki sistim dan fasilitas yang dapat diterima manusia. Definisi Teknik Lalulintas Terdapat dua definisi mengenai Teknik Lalu lintas yang ada, yang akan mengenai apabila diikuti dari yang tertulis aslinya : 1. Institute of Traffic Engineers (ITE) : “Traffic Engineering is that the phase of engineering which deals with the planning, geometric design and traffic operation of road, streets and highway, their network, terminals abutting lands and relationship with other modes of transportation for the achievement of safe, efficient and convenient movement of persons and goods.” 2. W. R. Blunden “Traffic Engineering is the science of measuring traffic and travel, the study of the basic laws relating to traffic flow and generation, and the application of this knowledge to the professional practice of planning, designing and operating traffic system to achieve safe and efficient movement of persons and goods.” Ruang Lingkup Lalulintas Jangkauan praktis teknik lalu lintas dapat dibagi menjadi lima bagian utama, sebagai langkah-langkah yang akan diikuti para perencana. 1. Studi karakteristik lalu lintas (ilmu pengetahuan untuk pengukuran lalu lintas dan perjalanan, dan studi dasar hukum yang berhubungan dengan arus lalu lintas dan hasil lalu lintas) 2. Operasional lalu lintas (untuk pengetrapan sistim operasional lalu lintas) 3. Perencanaan transportasi 4. Perancangan geometrik 5. Administrasi Ke lima bagian utama tersebut dapat diuraikan terperinci sebagai berikut : 1. Studi karakteristik lalu lintas Studi lalu lintas harus diarahkan dengan metode yang akan dipakai untuk menentukan karakter pergerakan lalu lintas dan pengertian dasar karakteristik pengemudi, kendaraan dan arus lalu lintas. Studi ini meliputi bidang-bidang : 1. Pemakai jalan/faktor manusia 2. Faktor-faktor kendaraan 3. Kecepatan, waktu perjalanan dan penundaan/delay 4. Volume lalu lintas 5. Pola perjalanan, faktor trip generation dan asal dan tujuan akhir 6. Aliran arus lalu lintas, dan kapasitas jalan dan persimpangan jalan 7. Parkir dan faktor terminal 8. Angkutan umum dan pemakainya 9. Analisa kecelakaan dan pencegahannya 2. Operasional lalu lintas Operasional lalu lintas meliputi pengukuran peraturan lalu lintas dan peralatan kontrol lalu lintas. 1. Peraturan : a. Hukum dan peraturan untuk maksud kontrol pada pengemudi, kendaraan dan pejalan kaki b. Kontrol kecepatan, persimpangan, parkir, membelok, aliran satu arah, dllnya yang dihasilkan oleh peraturan untuk kontrol operasional kendaraan didalam arus lalu lintas 2. Alat-alat kontrol lalu lintas : Sebagai dasar perancangan, pemasangan, operasional, dan perawatan /pemeliharaan : a. Tanda-tanda lalu lintas, untuk kontrol kecepatan, persimpangan, parkir, jalan satu arah, dsb. b. Lampu lalu lintas, dipakai terutama untuk kontrol persimpangan jalan. Dapat juga dipakai untuk kontrol kecepatan apabila dipakai didalam sistim-sistim, dan pengukuran ramp pada freeway. c. Marka perkerasan jalan, dipakai untuk menuntun penempatan kendaraan di jalan, dan sebagai penunjang tanda lalu lintas atau lampu lalu lintas. d. Pengaluran, dipakai untuk mengarahkan dan mengontrol kendaraan di persimpangan yang komplek. 3. Persyaratan & Pedoman Pengukuran-pengukuran untuk kontrol harus berdasarkan fakta teknis. Persyaratan untuk pelaksanaan yang benar dianjurkan pada kontrol situasi-situasi untuk menghasilkan penerapan yang seragam. 3. Perencanaan transportasi 1. Study transportasi regional secara menyeluruh untuk menyiapkan pengarahan yang menerus dan menyeluruh pada pengembangan fasilitas transportasi yang akan memenuhi standard dan tujuan masyarakat. 2. Perencanaan jangka panjang untuk jaringan jalan raya, berdasarkan study regional secara menyeluruh. 3. Perencanaan jangka panjang untuk sistim angkutan umum, juga dari hasil study regional. 4. Perencanaan jangka panjang untuk parkir di luar jalan dan terminal. 5. Riset faktor-faktor yang membawahi sistim transportasi dan perilaku pemakai jalan pada sistim tersebut. 4. Perancangan geometrik 1. Merancang jalan raya baru untuk melayani volume lalu lintas yang diharapkan pada kecepatan yang baik. Bentuk-bentuk geometrik alinyemen, kelandaian, potongan melintang, kontrol pada access, persimpangan dan interchange harus berdasarkan pada analisa teknik lalu lintas. 2. Merancang kembali jalan-jalan raya dan persimpangan yang ada untuk menambah kapasitas dan keamanan. 3. Merancang parkir diluar jalan dan terminal 4. Menghasilkan standart yang tepat untuk bagian-bagian perancangan, jalan masuk maupun kontrol pada access. 5. Administrasi 1. Organisasi pemerintahan umum untuk tugas serta tanggung jawab fungsi teknik lalu lintas pada suatu instansi/kantor. 2. Organisasi instansi tersebut untuk melaksanakan tugasnya. 3. Operasional setiap hari di kantor. 4. Hubungan dengan instansi lain, badan-badan yang berhubungan degan perencanaan, masyarakat dan lain-lainnya. 5. Perencanaan administrasi, anggaran, personalia dll. Organisasi teknik lalu lintas memerlukan perencanaan yang berhati-hati dan program waktu yang tepat.Perhatikan perlu diberikan untuk mengatur keseimbangan antara konstruksi dan pendekatan terhadap ketentuan dan peraturan-peraturan termasuk aspek sosial ekonomi dan lingkungan. Karena perencanaan physik dan ilmu social saling terlibat, penyelidikan dan masalah lalu lintas memerlukan penerapan analisa matematika, statistika maupun fisika bersama-sama dengan perencanaan kota, pemerintahan dan ekonomi secara terpadu. BAB 2 PEMAKAI JALAN II. PEMAKAI JALAN Pada perancangan dan operasional transportasi jalan raya serta sistim yang dipakai, para ahli harus menyadari terhadap keperluan dan kemampuan pemakai jalan. Pemakai jalan yaitu pengemudi dan pejalan kaki adalah elemen-elemen utama pada lalu lintas jalan raya, dan dimengerti untuk pengarahan dan kontrol yang baik. Tingkah laku pribadi didalam arus lalu lintas adalah faktor yang menentukan karakteristk lalu lintas yang terjadi. Mengemudikan kendaraan adalah tugas yang kompleks untuk menghadapi permintaan yang berbeda-beda dari pemakai kendaraan di jalan raya. Sedangkan pengemudi dipihak yang lain mempunyai kemampuan mengemudi yang bervariasi, untuk menghadapi rangsangan / stimuli yang masuk padanya selama mengemudikan kendaraan. Hal-hal yang mempengaruhi karakteristik manusia selama mengemudikan kendaraan di jalan raya adalah : 1. Kondisi Lingkungan ; yang dapat mempengaruhi perilaku. a. Tanah , pemakaian dan aktivitas padanya. b. Udara sekelilingnya, cuaca dan kecerahan untuk pengelihatan. c. Fasilitas tetap untuk lalu lintas, termasuk route dan terminal. d. Arus lalu lintas dan karakteristiknya yang menonjol bagi pemakai jalan. 2. Faktor Psychologi a. Motivasi = business, sosial, rekreasi dll Manusia memasuki arus lalu lintas adalah untuk keperluan masing-masing yang berbeda-beda seperti : ke kantor, sekolah, pasar, stasiun, airport, maupun untuk rekreasi keluar kota, bioskop dsb. Waktu, tempat, route, asal dan arah tujuan sepenuhnya menjadi pilihan pemakai jalan. Tetapi sekali masuk pada arus lalu lintas akan sangat dipengaruhi oleh keinginan-keinginan sebagai berikut : 1) Waktu dan jarak yang ekonomis 2) Nyaman dan menguntungkan 3) Keinginan untuk diri sendiri / pribadi 4) Keamanan dari kecelakaan dan kejahatan b. Kecerdasan / Intellegensia Tingkat kecerdasan tertentu diperlukan untuk dapat segera mengerti, menyesuaikan dan mengatur diri pada situasi lalu lintas yang dihadapi. c. Proses belajar / Learning process Berdasarkan pengalaman yang lalu / sebelumnya, untuk mengembangkan kepandaian / ketrampilan, kebiasaan dan kemampuan untuk segera tanggap pada keadaan lalu lintas yang ada. d. Faktor emosi : 1) Perhatian. Beberapa pengemudi dan pejalan kaki dibingungkan oleh ketiadaan lalu lintas pada beberapa saat sepanjang jalan yang dilalui, maupun oleh adanya pemakai jalan yang lain, atau oleh kecemasan, sehingga perhatian tidak dapat sepenuhnya pada lalu lintas.Juga orang yang terlalu genius kurang tepat untuk mengemudikan kendaraan apabila perhatiannya tidak sepenuhnya dikonsentrasikan pada lalu lintas. 2) Sikap terhadap peraturan Beberapa orang patuh pada hukum, peraturan maupun tanda-tanda lalu lintas. Tetapi ada juga yang tidak menaruh hormat atau sedikit patuh pada peraturan lalu lintas yang ada. 3) Tidak sabar atau marah Kesalahan yang biasa terjadi ini melebihi kecepatan yang aman untuk mengendarai, perpindahan jalur atau menyiap yang tidak perlu atau membahayakan, tetap menjalankan kendaraan pada saat lampu merah atau tanda stop, mengikuti kendaraan di depan terlalu dekat, menyeberang jalan tanpa mematuhi pengaturan lalu lintas, dan hal-hal yang membahayakan. e. Kematangan : Pengendara yang belum matang, terutama yang muda-muda, ada kecendrungan untuk “pamer”, mengambil kesempatan, terlihat mendebarkan. f. Tanggapan tertentu : Kebiasaan menghasilkan pengemudi tanggap pada kondisi tertentu seperti : mempertahankan kecepatan tertentu, mengikuti garis jalur, batas-batas pada tikungan yang tetap diingat, menyeberang jalan dengan menoleh ke kanan dahulu (pejalan kaki). Apabila kebiasaan lama ini hendak dirubah, dapat diharapkan kesulitan-kesulitan yang akan terjadi. g. Perbedaan individu diantara manusia perlu dikenali. 3. Faktor fisik a. Pengelihatan : Pengelihatan adalah faktor fisik yang sangat penting untuk pengemudi kendaraan dan pejalan kaki. Hal ini perlu disadari pada perencanaan lalu lintas, karena tindakan yang dilakukan pada setiap situasi lalu lintas sangat tergantung pada penglihatan mata. Juga kekuatan penglihatan secara tetap akan menurun sesuai dengan kenaikan umur. Faktor-faktor yang berhubungan dengan penglihatan, sbb : 1) Ketajaman (acuity) Ketajaman mata bervariasi antara masing-masing individu, juga oleh tingkat penerangan lampu / matahari, dan ketajaman akan meningkat oleh lamanya memandang. Huruf tunggal prosen Ketajaman standard minimum dengan penerangan Dipasang pd tanggapan baik harus dipenuhi ( baik dikoreksi maupun tanpa Sumbu datar yang benar dikoreksi / kacamata) untuk mendapatkan surat ijin Bersudut % mengemudi. Kerucut penglihatan Penglihatan yang terbaik terjadi didalam kerucut 3, ================== jelas terlihat pada sudut 10 , dan masih terlihat 3 100 memuaskan pada sudut 20. 5.8 98 Tanda-tanda lalu lintas dan marka jalan harus berada 7.6 95 didalam sudut puncak kerucut yang jelas, karena 9.6 90 ketajaman membaca akan turun cepat diluar batas 11.4 84 limit tersebut. 13.4 74 15.4 66 2) Pergerakan mata (eye movement) Mata harus digerakkan untuk melihat bagian lalu lintas yang penting untuk mengemudi, karena medan penglihatan yang terbatas. Kecepatan pergerakan mata menjadi lebih penting apabila kecepatan lalu lintas bertambah besar. Untuk mendapatkan penglihatan yang terang pada lalu lintas jalan raya, mata akan membuat enam gerakan berbeda, yang kesemuanya membutuhkan waktu dan menghasilkan jarak perjalanan; dengan perincian sbb : Pertama ; mata harus menempatkan benda untuk dilihat. Rata-rata waktu untuk berhenti = 0.17 detik (antara 0.1-0.3). Kedua ; mata “melompat” dari titik penempatan pertama ke titik berikutnya. Waktu untuk melompat antara 0.029 – 0.10 detik untuk pergerakan 5 – 40 . Waktu bereaksi untuk pergerakan tersebut = 0.125 – 0.235 detik. Jadi waktu untuk mata berpindah berkisar antara 0.15 – 0.33 detik. Ketiga ; mata harus mengikuti pergerakan benda didalam arus lalu lintas. Keempat ; kedua mata harus bergerak secara harmonis untuk menempatkan hasil gambar kedua biji mata menjadi satu (tidak dobbel) pada kendaraan yang berpindah di depan. Waktu yang di butuhkan antara 0.3 – 0.5 detik. Kelima ; mata harus bergerak untuk kompensasi pergerakan kepala. Keenam ; mata sering bergerak tidak teratur akibat menanggapi rangsangan suara yang lainnya. Pada perempatan dimana mata digerakkan ke kiri dan ke kanan diperlukan waktu ganda, diperlukan jumlah waktu = 0.5 – 1.26 detik. Untuk perjalanan malam hari, waktu akan naik. Perancangan dan penempatan alat kontrol lalu lintas di pengaruhi oleh pergerakan mata ini, misal tanda-tanda bahaya, bangunan pengaman, dll, dimana tidak perlu kepala digerakkan terlalu banyak, tanda-tanda tersebut dapat dikenali cepat. 3) Pengenalan kedalaman penglihatan (Depth perception) Seperti pada lensa fotografi maka mata mempunyai kekuatan pengenalan daerah kejelasan disekitar fokus yang diamati. Bentuk perspektif dan kontras ditentukan oleh methode penglihatan binocular dan atmosfer (Pengurangan ketajaman dan kontras pada kenaikan jarak). Ketajaman pengenalan kedalaman ini sangat penting untuk mengukur jarak dan kecepatan, misal mengambil keputusan untuk menyiap pada kecepatan tinggi. 4) Medan keliling penglihatan (Peripheral vision) Kemampuan mengenali benda diluar sudut ketajaman kerucut untuk penglihatan. Hal ini berhubungan dengan medan penglihatan, dimana seseorang dapat melihat benda, tetapi tidak dapat mengenali dengan jelas mendetail bentuk dan warnanya. Sudut medan keliling tersebut biasanya bervariasi antara 120 – 180 ; dimana medan keliling tersebut tidak diperlukan untuk melihat jelas tetapi dapat memberikan peringatan kepada pengemudi untuk keamanan, karena kepekaan terhadap pergerakan dan kejelasan penerangan. Untuk manusia dengan kemampuan medan keliling penglihatan sekecil 40 , dapat memakai sistim “Tunnel Vision” untuk mengenali sekelilingnya dengan cara menggerakkan kepalanya. Sudut penglihatan medan keliling ini berkurang pada kecepatan yang lebih tinggi (sampai 40 pada kecepatan 95 km/jam). 5) Perhatikan penglihatan (Visual attention) adalah perhatian tetap pada penglihatan yang terang / jelas. Pada kecepatan bertambah, mata akan memusatkan pandangan (fokus) lebih jauh ke depan. 6) Kepekaan penglihatan pada warna Warna adalah faktor penting untuk pengenalan Panj.Gel. (perception). Dibawah pencahayaan yang baik, Terpendek banyak warna bisa dibedakan; tetapi apabila cahaya Violet berkurang, merah dan biru akhir spektrum menjadi Biru tidak terang, sedangkan kuning masih tetap Hijau dapat dilihat terang. Warna hijau kebiru-biruan tidak Kuning banyak kesulitan untuk dilihat jelas (daripada hijau Merah yang sulit dibedakan terhadap merah), sehingga Terpanjang dipakai untuk lensa kaca lampu pengaturan lalu lintas. Secara umum, perbedaan warna lebih mudah dilihat pada bagian tengah spektrum warna daripada dekat dengan tepi. 7) Penglihatan kilau, dan pengembalian kondisi Manusia sebagai pemakai jalan berbeda dalam bereaksi terhadap pandangan yang menyilaukan, misalnya kilauan sinar lampu jalan raya, dinding terowongan, lampu besar kendaraan dari depan. Juga perpindahan dari gelap ke terang dan sebaliknya. Dari gelap ke terang, pupil mata berkontraksi selama 3 detik, sedangkan sebaliknya dari terang ke gelap = 6 detik. Bertambahnya umur dan pemakaian kacamata mengurangi kemampuan untuk menanggulangi kesulitan akibat kilauan sinar. Kilauan yang tidak menyenangkan juga terjadi karena kaca depan kendaraan yang kotor atau tergores. 8) Kemunduran daya penglihatan Penglihatan biasanya mengalami kemunduran karena bertambahnya usia, misalnya oleh katarak. 9) Penglihatan Pejalan Kaki Tidak ada ketentuan minimum untuk pejalan kaki. Beberapa dalam keadaan buta, atau tidak dapat melihat tanda-tanda lalu lintas maupun tidak dapat melihat kendaraan pada jarak tertentu. b. Pendengaran Pendengaran diperlukan untuk mendeteksi suara-suara peringatan, tetapi kekurangan pada pendengaran dapat ditolong dengan alat bantu (hearing-aids). Kekurangan pendengaran pada pengemudi kendaraan tidak menjadi masalah utama bagi pengemudi , tetapi mungkin akan menjadi masalah bagi pejalan kaki yang tidak tahu kehadiran kendaran dekat. c. Kestabilan sensasi Pengemudi biasanya bereaksi pada perasaan kenyamanan yang kurang stabil , seperti pada rasa yang di sebabkan oleh : jalan yang kasar , tikungan tajam ,jalan di pegunungan berbelok –belok dan sempit ,dll ; sehingga akan mengurangi kecepatan atau tindakan lainnya yang mengurangi bahaya . Kehilangan akan rasa ini akan mengakibatkan berkurangnya kesadaran akan bahaya . d. Waktu bereaksi Tanggapan pengemudi akan rangsangan luar memerlukan waktu. Jumlah waktu yang diperlukan adalah waktu PIEV, sebagai proses psychologi dari : perception ,Intellection, Emotion ,dan Volition . Istilah tradisional PIEV time (Waktu Persepsi Reaksi) ,didefinisikan sebagai : Interval antara melihat , merasakan atau mendengar lalu lintas atau situasi jalan raya dan membuat tanggapan dan tindakan tertentu atas apa yang diamati /dideteksi . Waktu Persepsi – Reaksi bervariasi antara 0. 5 – 3 detik atau lebih; ketetapan AASHO = 0.5 - 4.0 detik oleh Greenshields, diperoleh indikasi bahwa secara umum : 1. Kecepatan bereaksi untuk semua jenis reaksi bervariasi antara satu orang dengan lainnya dan antara waktu ke waktu pada satu orang yang sama . 2. Waktu bereaksi berubah secara tetap sesuai dengan umur, orang sangat muda dan sangat tua lebih lambat bereaksi . 3. Manusia secara umum bereaksi lebih cepat terhadap rangsangan yang sangat kuat daripada yang lemah. 4. Situasi yang kompleks membutuhkan waktu lebih lama untuk bereaksi daripada yang sederhana. 5. Kondisi fisik manusia mempengaruhi reaksinya. (Misal : letih menyebabkan waktu reaksi lebih lama / lamban). 6. Kebingungan menambah waktu segala reaksi, kecuali gerakan refleks. Johanssen dan Rumar mengadakan pengukuran waktu bereaksi mengerem; didapatkan harga-harga : a. Median : 0.66 detik b. Waktu antara : 0.3 – 2.0 detik c. Waktu reaksi mengerem yang tidak diharapkan, lebih besar daripada yang diharapkan, dengan faktor : 1.35. Konsepsi PIEV 1. Perception (Persepsi/Pengamatan) Sensasi yang diterima melalui : mata, telinga, dan badan disalurkan ke otak dan spinal column oleh sistim syaraf. Apabila cukup kuat, akan menjadi persepsi. Pengalaman, kebiasaan, dan lain faktor dapat menghasilkan tanggapan refleks (reflex responses). Waktu persepsi naik oleh situasi yang kompleks. 2. Intellection (Kemampuan pengenalan) = Identification Persepsi akan dapat menjadi pengenal, baik pengenalan sederhana maupun pembentukan pemikiran baru ataupun idea. Waktu yang dibutuhkan untuk membandingkan, mengelompokkan dan mencatat apa yang diterima pada waktu persepsi adalah waktu pengenalan (intellection time). Pengenalan menghasilkan “pesan” melalui syaraf kepada otot dan kelenjar badan manusia, yang membutuhkan waktu untuk mengerti situasi. 3. Emotion (Tingkat emosi) = Judgement. Tingkat emosi ini berhubungan secara tidak terpisahkan dari proses perception dan intellection, dan gangguan-gangguan tergantung pada sifat emosi seseorang. Emosi dapat mempengaruhi pesan terakhir yang dikirimkan ke otot, sehingga mempengaruhi tingkah laku dimana persepsi dan pengenalan akan dibawa ke tindakan (volition). Kekuatiran dan kemarahan biasanya menghasilkan terjadinya kecelakaan lalu lintas. 4. Volition (Kemauan untuk bertindak) = Reaction. Kemauan untuk mengambil tindakan menghasilkan keputusan bertindak. Apabila didalam proses terdapat banyak jawaban untuk memilih tindakan, maka keputusan terakhir membutuhkan pemisahan semua impuls yang diterima untuk bertindak. Pada proses ini pengemudi / pemakai jalan akan bertindak yang berhubungan dengan : ingatan / memories, prasangka, kepercayaan, anggapan terbaik, kebiasaan, kelemahan dan tingkah laku. Jumlah Waktu PIEV Jumlah waktu PIEV yang diperlukan pengemudi naik dengan bertambahnya pilihan maupun keputusan yang kompleks. Waktu PIEV termasuk untuk perhitungan ; jarak berhenti yang aman, kecepatan mendekati persimpangan yang aman, maupun untuk situasi yang berbahaya. Karena pandangan jelas kerucut maximum bersudut 10 , maka diperlukan tambahan waktu PIEV untuk penggerakkan mata, sebesar 0.2 detik. Sedangkan untuk perempatan jalan dengan pengecekan kesemua sisi diperlukan tambahan : 0.6 detik, untuk pergerakan mata dari kiri ke kanan dan kembali ke kiri lagi. Oleh AASHO, ditetapkan waktu PIEV = 2.5 detik untuk jarak berhenti aman dan untuk semua kecepatan. e. Faktor Perubah Terdapat faktor-faktor lain yang perlu diperhatikan : 1. Lelah – dapat terjadi karena kurang tidur, hal keadaan yang tetap (monotone), macam-macam perjalanan, kekurangan udara pada tempat yang tinggi, juga oleh keluarnya CO dari knalpot yang tidak benar. Hal ini menyebabkan waktu bereaksi menjadi lambat, mengurangi kesigapan mengemudi. 2. Sakit, cacat – biasanya berkompensasi, tetapi ada kecendrungan reaksi emosi lebih kuat. 3. Alkohol, “obat” – mempengaruhi kesigapan, waktu bereaksi, kwalitas keputusan, kontrol diri, sampai pada kemampuan mengendarai kendaraan. 4. Iklim, musim, cuaca, waktu didalam hari, ketinggian ventilasi, cahaya – masing-masing dapat menyebabkan tanggapan psychologi maupun fisik yang kompleks. f. Faktor – faktor lain 1. Variabilitas pengemudi Faktor-faktor penting yang berpengaruh pada variabilitas pengemudi kendaraan adalah : - umur - jenis kelamin ( laki-laki / wanita ) - perhatian pada lalu lintas - pengetahuan dan ketrampilan mengemudi - kegugupan - ketidaksabaran 2. Letak Pedal Letak pedal gas dan rem (accelerator and brake pedals) mempengaruhi waktu berreaksi. 3. Pejalan Kaki Waktu yang diperlukan atas pengaruh pejalan kaki mengenai : fisik, mental, emosi, faktor variabilitas, kecepatan berjalan dan menyeberang. Strategi Pengemudi Siklus persepsi - reaksi terjadi pada saat proses mengemudi berlangsung. Pada kebanyakan waktu, pengemudi mengemukakan tidak adanya alasan untuk merubah cara mengemudi. Apabila pada suatu saat diperlukan beberapa perubahan untuk gerakan kendaraan, waktu yang diperlukan dan keputusan yang mungkin dilakukan pada saat bereaksi adalah untuk diperhatikan. Pemakai model untuk tugas mengemudi adalah mengenali hubungan antara kelakuan mengemudi, kemungkinana di jalan di depan, dan lalu lintas yang membahayakan. Pada gambar, sebuah kendaraan ditempatkan didekat tepi kiri diagram, bergerak pada kecepatan yang akan menjalani daerah “1” selama waktu persepsi normal, daerah “2” selama waktu yang diperlukan untuk mencapai keputusan, dan daerah “3” selama waktu bereaksi minimum. Apabila keputusan yang dibuat sampai pada suatu pemberhentian mendadak secara darurat, maka daerah “4” didalam lengkung S merupakan jarak berhenti minimum yang aman (minimum safe stopping distance); meskipun demikian diperlukan tindakan darurat. Pada lokasi X pada gambar terdapat keadaan yang memerlukan : analisa dan tindakan yang mungkin dilakukan oleh pengemudi. Dapat terjadi didepan adalah : - kendaraan yang lain ( arah mendatangi ) - sebuah lengkungan / tikungan - perubahan kelandaian ( menanjak atau menurun ) - seorang pejalan kaki menyeberang jalan - halangan / hambatan di jalan di depan Titik T adalah titik yang benar (true point), sebagai titik yang merupakan titik terakhir pada mana kondisi physik dan kecepatan membutuhkan keputusan untuk merubah kelakuan mengemudi yang perlu dilakukan. Jarak antara T ke x adalah sama dengan dari A ke S. Titik M adalah titik mental (mental point), yaitu lokasi dimana pengemudi percaya yakni bahwa kesempatan terakhir untuk bertindak adalah disitu tempatnya. Titik A adalah titik untuk bertindak (action point), dimana pengemudi bertindak. Titik AM adalah batas keamanan dimana pengemudi dapat melakukan untuk bertindak dan mengambil keputusan. JarakMT adalah kesalahan persepsi akan situasi, sebagai fungsi untuk bertindak berdasarkan keahlian / kecakapan. Jarak AT adalah batas untuk keselamatan yang benar. Keadaan adalah aman selama A tetap berada di tempat sebelum titik T. Apabila pengemudi keliru memutuskan situasi dengan menempatkan N sesudah T, biasanya pengemudi mengganti dengan batas keselamatan yang lebih besar. Akan tetapi apabila A berada dibelakang / sesudah T, maka kecelakaan tidak dapat dihindarkan, karena lengkung S akan berada dibelakang X. Kebebasan Penglihatan Sangat penting bagi pengemudi untuk dapat bebas melihat keluar, terutama ke bagian depan. Kebebasan tersebut dihalangi adanya struktur kendaraan dan syarat dinamika dan syarat-syarat dinamika kendaraan BAB 3 KARAKTERISTIK KENDARAAN III. KARAKTERISTIK KENDARAAN Ukuran dan karakteristik kemampuan menghasilkan gerakan-gerakan pada kendaraan adalah dasar untuk peraturan pemakai jalan raya dan perancangan untuk route dan terminal. Meskipun keterbatasan gerakan-gerakan lalu lintas secara umum tergantung pada sikap penampilan pengemudi dan kendaraan bersama-sama, tetapi pada waktu tertentu tergantung pada kemampuan kendaraan itu sendiri. Kecuali kecepatan dan kapasitas mengangkut muatan adalah dasar kemampuan kendaraan, keamanan, keuntungan dan kenyamanan serta intensitasnya adalah faktor penting untuk perancangan kendaraan penumpang. Kendaraan bermotor didalam arus lalu lintas adalah : kendaraan penumpang, bus, truk tunggal, truk gandeng dan sepeda motor yang kesemuanya bervariasi ukuran dan beratnya; yang kesemuanya mempengaruhi perancangan jalan, baik untuk struktur maupun geometriknya. Type dan Ukuran Kendaraan Untuk dapat dipakai pada jalan raya dengan lebar jalur = + 3.65 m (12 feet) dan kebebasan tegak dibawah bangunan/jembatan = 4.40 m (14.5 feet), maka ukuran kendaraan harus sesuai dengan ketentuan, selain berat kendaraan yang juga memenuhi persyaratan. Type-type yang ada a.1. : P, SU, BUS, WB-40, WB-50, WB-60. Kendaraan Rancangan (Design Vehicle) Adalah kendaraan bermotor yang dipilih untuk type perancangan dimana : berat, ukuran / demensi, dan karakteristik operasional dipakai untuk menetapkan kontrol perancangan jalan raya untuk mencukupi pemakai oleh kendaraan tersebut. Demensi dan jejak berputar minimum roda kendaraan sangat mempengaruhi jari-jari lengkung dan lebar perkerasan pada persimpangan, dan untuk tempat parkir perlu diperhatikan adanya tonjolan (overhang) diluar berpijaknya roda. Pemilihan pemakai design vehicle secara umum adalah : Freeway : Dipakai WB-50, WB-40, atau SU. Penting untuk berputar. Expressway : Dipakai WB-50, WB-40, atau SU. Penting untuk berputar. Major street : Dipakai Su ; Untuk persimpangan jalan kecil dapat dipakai P, atau juga pada tempat penyeberangan orang, tempat parkir. Tahanan – tahanan (Resistance) Pada pergerakan kendaraaan bermotor yang biasa, akan terdapat enam tahanan yang dipakai untuk pertimbangan perhitungan-perhitungan, sbb : 1. Tahanan inersia (inertia resistance) 2. Tahanan gelinding (rolling resistance) 3. Tahanan udara (air resistance) 4. Tahanan kelandaian (gradient resistance) 5. Tahanan mesin (engine resistance) 6. Tahanan rem (braking resistance) 1. Tahanan inersia Karena kekuatan adalah hasil dari massa dan percepatan, jumlah gerakan kendaraan diperlukan beberapa waktu untuk secara langsung secara proporsional dapat mencapai kekuatan luar ( dari mesin ) dan secara proporsional kebalikan dari berat kendaraan. Dengan mengabaikan lain-lain tahanan, kekuatan sebesar 410 lbs diperlukan untuk membawa 3000 lbs berat kendaraan kepada kecepatan 30 mph dalam 10 detik. Yang kedua dan lebih kecil adalah tahanan inersia yang disebabkan oleh gerakan perputaran bagian-bagian kendaraan yang berputar (misal : sumbu, roda, gigi-gigi versnelling) 2. Tahanan gelinding Sekali kendaraan dalam keadaan berjalan, akan terdapat tahanan gelinding. Terdapat tiga macam tahanan gelinding, yaitu : 1. Tahanan pemampatan benturan (Impact resistance) Ketidakrataan permukaan jalan menyebabkan ban karet roda memampat kenyal, yang menyebabkan kendaraan terayun naik turun waktu berjalan. Tahanan yang terjadi dipengaruhi langsung oleh : - berat kendaraan - kecepatan bergerak kendaraan - tekanan pemompaan ban - kekenyalan karet ban 2. Tahanan permukaan ( Surface resistance ) Deformasi / Perubahan bentuk pada permukaan jalan, seperti pada permukaan lunak maupun lumpur menyebabkan terjadinya tahanan permukaan. 3. Tahanan dalam ( Internal resistance ) Geseran terjadi pada kendaraan itu sendiri karena bagian-bagian yang bergerak dan bergeser satu sama lain, menyebabkan tahanan pada pergerakan maju. Tahanan ini dipengaruhi oleh : - Pemberian minyak pelumas yang kurang - Tekanan pada bola-bola lager - Temperatur - Konstruksi ban dan pemompaan - Kecepatan operasional kendaraan Tahanan permukaan dan tahanan dalam relatif konstan pada setiap kecepatan; sedangkan tahanan pemampatan roda naik sesuai dengan kenaikan kecepatan. Tahanan gelinding, secara praktis = 20 – 27 lbs/ton, untuk semua kecepatan pada permukaan keras dan halus. ROLLING RESISTANCE ON VARIOS SURFACES TYPE SURFACE ROLLING RESISTANCE (lb/ton) Portland cement conerete……………………………………… 19.0 Asphalt-filled briek……………………………………………. 20.0 Minesota oiled gravel…………………………………………. 21.5 Bituminous macadam…………………………………………. 23.0 Lowa oiled gravel………………………………………………24.0 Untreadet gravel(dry and lirn)………………………………… 27.0 Loose gravel…………………………………………………… 50.0 Soft wet gravel………………………………………………….120.0 Lowa mud………………………………………………………200.0 R. A. Mayor,”Motor Vehicle Power Requirements Higway Grades,” Proceeding of Higway Researh Board, Washington 3. Tahanan udara Tahanan udara tergantung pada kecepatan, kepadatan udara, luas permukaan bagian depan kendaraan dan aliran udara yang dipindahkan waktu dilewati kendaraan. Terdapat rumus untuk tahanan udara, yaitu : R = K.A.V Dimana, R = tahan udara, lbs K = konstanta empiris, tidak streamline = 0.0017 Streamline = 0.0006 A = luas permukaan depan kendaraan, ft V = kecepatan, mph 4. Tahanan kelandaian Pada jalan yang menanjak, tahanan kelandaian / tanjakan dihasilkan oleh gravitasi bumi, proporsional terhadap sudut tanjakan permukaan jalan, sebagai sinus sudut ( untuk beberapa hal adalah sama dengan tangen sudutnya ), dimana untuk tiap kenaikan 1% kelandaian menghasilkan gaya yang kira-kira sama dengan 1% berat kendaraan, yaitu 20 lbs/ton % kelandaian. Total Tractive Resistance Pada kecepatan tetap dan jalan datar, hanya akan ada tahanan udara dan tahanan gelindingan saja, disebut total tractive resistansce. Pada kecepatan 50 mph, berat kend.= 3000 lbs, luas = 25 ft , tahanan gelinding = 27 lbs/ton, maka total tractive r. = 140 lbs. . gambar grafik belum 5. Tahanan mesin Tahanan mesin dihasilkan oleh tenaga mesin yang akan menghalangi kendaraan maju ke depan apabila pedal gas / accelerator dilepas. Pengemudi-pengemudi mempergunakannya untuk operasional kendaraan. Effek kombinasi tahanan : gelinding, udara dan mesin untuk 6. Tahanan rem Apabila tahanan oleh mesin, udara, dan gelinding tidak dapat mencapai penurunan kecepatan seperti yang diinginkan, harus dibantu dengan pengereman / penahanan oleh pedal rem ke roda. Tahanan yang dihasilkan disebut tahanan pengereman. Apabila pedal rem diinjak tiba-tiba dengan keras, cakram rem akan mengunci roda-roda dan mobil akan terseret. Tanda seret (skid mark) menunjukkan jarak dimana kendaraan diperlambat dengan seretan, yaitu bekas ban mobil terseret pada perkerasan. Perlambatan akibat pengereman umumnya terjadi pada : a. sebelum roda-roda terkunci cakram rem, pada kenyataannya akan lebih baik dan effisien menginjak rem pada titik / saat roda-roda sebelum sampai terkunci oleh rem, daripada sampai roda terkunci untuk perlambatan. b. Pada pengereman sampai roda-roda terkunci, setelah akhir terjadinya skidmark, bila rem dilepaskan kembali kendaraan akan meluncur / menggelinding sampai berhenti. c. Setelah akhir skidmark, apabila kendaraan menabrak benda atau lain kendaraan, ia akan menyerap energi kinetik yang masih bersisa pada kendaraan yang terseret pada saat benturan dengan akibat kerusakan. d. Pada saat akhir skidmark, apabila kendaraan terguling, dapat dihitung kecepatan pada saat terguling. e. Diantara beberapa skidmark, apabila rem roda dilepas maka kendaraan akan meloncat sedikit. Panjang tanda seret Panjang skidmark yang terjadi tergantung pada : a. Kecepatan kendaraan pada waktu roda-roda terkunci. b. Gesekan yang dihasilkan oleh roda yang terkunci pada perkerasan. c. Kelandaian jalan Formula dasar untuk jalan dataradalah : V – U S = 30.f dimana, S = jarak skidding/ssereet, panjang skidmark rata-rata, ft F = koef. Rata-rata gesekan pada waktu seret, “drag factor” V = kecepatan kendaraan waktu skid mulai, mph U = kecepatan kendaraan waktu skid berakhir, mph Apabila kendaraan terseret ampai berhenti pada akhir skid, maka U = 0, jadi V S = 30.f formula dasar untuk jalan dengan kelandaian ( menanjak, menurun ). Apabila jalan tempat terjadinya skidding tidak datar, maka skidmark akan lebih panjang pada jalan menurun, serta lebih pendek pada jalan mendaki. V – U Ket. + = mendaki S = - = menurun 30(F+G) Koeffisien Gesekan dan Faktor Seret Koeffisien gesekan dihasilkan roda yang terseret dan berat kendaraan diatas perkerasan. Koefisien ini berubah-ubah antara roda-roda dan selama skidding berlangsung. Harga rata-rata untuk seluruh skid kadang-kadang disebut “drag factor”. Koeffisien gesekan sangat besar, tergantung kondisi, seperti : A. 1. Kondisi permukaan – kering, basah, bersalju, berlapis es 2. Konstruksi permukaan – type, methode, material, tekstur 3. Pemeliharaan permukaan dan kontaminasi oleh material asing 4. Kebersihan permukaan, cuaca,waktu, dan umur 5. Temperatur – sekeliling, perkerasan dan karet roda 6. Efek lalu lintas 7. Bentuk perancangan geometrik B. 1. Kecepatan saat skidding, koef. Gesekan turun, ban panas dan jadi halus. 2. Pembagian ukuran dan berat kendaraan. 3. Type pengereman, membelok, seret kesamping. C.1. Ukuran ban, pola kembang, jumlah lapis benang, sudut anyaman benang, design factor. 2. Beban pada roda, luas kontak ban, tekanan pompa / angin. A = Faktor permukaan jalan B = Faktor operasional kendaraan C = Faktor ban roda Radius Perputaran Minimum (Minimum Turing Radius) Pada kecepatan rendah : jejak perputaran kendaraan sebagai fungsi jarak roda dan sudut perputaran kemudi. Jejak yang dibutuhkan kendaraan apabila membuat perputaran tajam yang mungkin, adalah terutama sangat penting untuk kendaraan bergerak berputar pada tempat yang sempit, seperti pada tempat parkir. Sebaliknya, jejak ini mempengaruhi fasilitas parkir, jalan masuk halaman (driveway), persimpangan jalan, maupun penempatan penahan tepi (curb/kerb). Radius perputaran minimum kendaraan adalah sebagai jari-jari / radius jejak yang dibuat oleh roda / ban depan bagian luar apabila kendaraan membuat perputaran yang paling tajam yang mungkin dilakukan pada kecepatan rendah, kurang dari 10 mph. Jari-jari perputaran minimum untuk kendaraan yang umum berada dalam antara : - kendaraan penumpang = 15.0 – 28.5 ft - bus = 20.5 – 45.0 ft - truk = 18.5 – 47.5 ft Gambar jejak radius perputaran minimum terdapat pada halaman : III-2 Off-tracking Apabila kendaraan berputar pada kecepatan rendah, roda-roda belakang menghasilkan lengkung perputaran dengan jari-jari perputaran yang lebih kecil daripada yang dibuat roda depan. Efek ini disebut : off-tracking dan tergantung pada jari-jari perputaran dan jarak sumbu roda depan dan belakang. Hal ini terjadi karena roda depan yang berputar / berbelok sehingga jari-jari perputaran terletak pada sumbu roda depan (lihat gambar : hal. III-2). Overhang Untuk kendaraan berbelok dan berputar dengan kecepatan rendah, ruang bebas yang diperlukan akan lebih besar daripada jejak roda depan dan belakang. Hal ini disebabkan adanya tonjolan didepan roda depan dan dibelakang roda belakang (pojok bumper), yang disebut front-overhang dan rear-overhang. Hal ini perlu diperhatikan terutama untuk ruang bebas tempat parkir (lihat gambar hal III-2&10). Pada kecepatan tinggi Secara umum, kendaraan berbelok merubah arah perjalanan dengan kecepatan tinggi akan menghasilkan gaya centrifugal ke arah luar jari-jari perputaran, sebesar : F = 0.067 WV /r (lbs) Dimana, V = kecepatan kendaraan (mph) W = berat kendaraan (lbs) R = radius jejak roda (ft) Gaya centrifugal ini harus diimbangi oleh gaya lawan melalui roda dan permukaan jalan atau menaikkan sisi luar jalan pada tikungan. Pada kecepatan berbelok tinggi pada perempatan jalan ( + 0.7 kali design speed ), dimana jari-jari dikontrol oleh super elevasi dan faktor geseran kesamping antara roda dan perkerasan (0.32 pada 15 mph sampai 0.16 pad 40 mph); maka jari-jari perputaran minimum = V R = jari-jari lengkung (ft) R = V = kecepatan berputar (mph) 15(e+f) e = nilai superelevasi (feet/foot) f = koeff. Geseran kesamping Slip Angle Pada kendaraan berbelok pada kecepatan tinggi, ada tendentasi roda kendaraan tergeser ke arah luar tikungan ( karenagaya centrifugal ). Terjadi sudut selip ( slip angle ), sebagai sudut antara jejak yang diinginkan pada pergerakan menikung dan jejak yang sesungguhnya terjadi. Slip angle yang normal terjadi pada perancangan = 3 , sedang pada keadaan optimum, slip angle : Perkerasan kering = 10 Perkerasan basah = 8 (licin) Dari gambar, diinginkan jejak roda berjalan menurut OB (lengkung sangat besar). Karena gaya centrifugal terdapat gaya kesamping DO. Apabila roda dikemudikan kearah yang diinginkan OB, jejak yang terjadi sebenarnya adalah OA (karena didorong keluar oleh gaya DO). Supaya mendapatkan jejak yang diinginkan OB, maka kemudi dibelokkan menuju OC, sehingga roda menuju titik C terdorong gaya DO keluar menuju titik B. Sudut yang terjadi oleh OB dan OC disebut slip angle. Apabila gaya centrifugal akan diimbagi dengan memutar kemudi lebih tajam ke dalam, dan harga maximum dilampaui, maka akan terjadi skid/seret keluar, dan kendaraan akan sulit dikendalikan. Hal ini dapat dirasakan baik oleh pengemudi maupun penumpang lainnya. BAB. 4 KARAKTERISTIK JALAN RAYA IV. KARAKTERISTIK JALAN RAYA Perancangan Geometrik jalan raya ditentukan oleh : - Lalu lintas yang akan lewat pada jalan tersebut - Kelandaian jalan - Alinyemen horisontal - Komponen pada potongan melintang - Persilangan Perancangan jalan berdasarkan geometrik berhubungan erat pada kemampuan dan keterbatasan pemakai jalan serta kendaraannya. Pergerakan yang ekonomis, efisien dan aman dalam operasional didapatkan dari bagian utama perancangan jalan yaitu : - Volume lalu lintas - Kecepatan lalu lintas - Komposisi lalu lintas Pada perancangan jalan baru maupun perancangan ulang jalan yang ada, harus diberikan perhatian pada hal-hal sebagai berikut : 1. Harus cukup untuk Volume lalu lintas yang diperkirakan untuk waktu yang akan datang, baik lalu lintas harian rata-rata / LHR maupun beban puncak. 2. Harus aman bagi pengemudi dan kendaraannya. 3. Harus konsisten, dan harus menghilangkan perubahan mengejutkan pada alinyemen, jarak pandangan dan jalur. 4. Harus lengkap, yang meliputi pelayanan pada jalan cabang, melengkapi dengan alat pengatur lalu lintas utama seperti tanda lalu lintas, marka jalan dan penerangan yang cukup. 5. Harus seekonomis mungkin untuk pengembangan dan perawatan. Selain syarat teknis, harus diperhatikan syarat non-teknis untuk perancangan secara keseluruhan utuh, yaitu : 6. Dipenuhinya aesthetika menyenangkan 7. Menguntungkan untuk segi sosial dan tingkat kemajuan masyarakat yang ada disekitarnya / sepanjang jalan tersebut. 8. Aman bagi lingkungan. Pada perencanaan jalan raya, prinsip kriteria perancangan ( design criteria ) adalah : a. Volume lalu lintas b. Kecepatan rencana c. Karakteristik kendaraan d. Proporsi kendaraan yang lewat Klasifikasi Jalan Raya Sistim jalan raya dikelompokkan dalam beberapa klasifikasi untuk keperluan: 1. Administrasi 2. Perencanaan 3. Perancangan 4. Pemeliharaan Dasar pembagian yang ada meliputi antara lain : 1. Jalan Negara 2. Jalan Propinsi 3. Jalan Kabupaten 4. Jalan Tol Di negara lain (Amerika) terdapat pengelompokan sebagi berikut : a. Luar kota : - Interstate - Primary - Secondary - Tertiery b. Dalam kota : - Expressway - Ariterial - Collector - Local Road Kegunaan empat sistim pengelompokan jalan perkotaan tersebut : 1. Sistim Jalan Bebas Hambatan (Freeway) termasuk Jalan Lintas Cepat (Expressway) Sistim ini diperlukan untuk pergerakan sangat cepat dengan efisiensi pergerakan sangat besar, serta untuk jalan menerus (through traffic) antara daerah-daerah penting dan perkotaan.Sistim ini dipergunakan tidak untuk melayani daerah yang dilalui, tetapi hanya melayani daerah-daerah maupun kota-kota tertentu. Term Definition Term Definition Road The entire way devoted to public travel, including Circumferentaial road A road or highway roughly circumferential Footways or other public places if such exit, i.e. the ring road circumferential about the centre of an urban area and permitting Whole witdh between abutting property boundaries where highway ring highway traffic to avoid the centre of such area. The road is in a surveyed road reserve. Highway A principal road in road system. ring highway Street A road within an urban locality. Cycleway that portion of a road devoted to the use of pedal Accommodation ramp A short sloping road leading to works, wharves, etc. cycle track cycles only. Approach ramp Arterial road A general term for a main traffic route. Dead-end street A street or road open at one end only. Arterial highway cul-de-sac By-pass An alternative road constructed to enable through traffic Detour An alternative road which traffic may use while by-pass road to avoid congested areas or other obstruction to movement. Another road is temporarily closed. Carriageway That portion of the road devoted particularly to the use of Deviation An alteration to the alignment of aportion of a road, Roadway vehicles, inclusive of shoulders and auxiliary lanes. Usually involving significant departure from the Causeway A carriageway across a water course or cross tidal water. exiting route. Specially constructed to resist the effects of submergence. Divided highway A highway or with separated carriageways for traffic Parkway An arterial road principally for noncomercial traffic, with full divided road travelling in opposite directions. Or of access, located within a park or a ribbon of park-like divided carriageway Development. Dual carriageway Private road A road not available for general public use. Expressway A highway for through traffic with full or partial Radial road A road or highway radiating from the centre of an urban area. Control of access and generally with grade separation radial highway at intersections. Service road A subsidiary carriageway constructed between the principal Footway Portion of road set aside for use of pedestrians only. Carriageway and the road boundary to serve properties footpath Abutting on the road, and connected only at selected points pathway With the principal carriageway. Freeway A highway for through traffic with full control of Side track A track adjacent to the carriageway to permit the passage of access and with grade separation at all intersections. Traffic while the carriageway is temporarily closed. Lane A narrow road. Toll road A road, brige or tunnel open to traffic only upon payment of Control access A highway for through traffic with access from Toll brige a toll or fee. Road abutting properties or joining roads controlled. Toll tunnel Local road A road or street primarily for acces to residential, Local street business, or other abutting property. 2. Sistim Jalan Arteri Utama (Major Arterial) Sistim ini diperlukan untuk pergerakan di jalan yang melewati antar daerah dan melalui kota, dengan pelayanan pada daerah yang dilewati dengan kontrol pada jalan masuk dan keluar ke jalan cabang, serta kontrol pada penggunaan sisi jalan arteri tersebut. 3. Sistim Jalan Kolektor (Collector) Sistim ini dipergunakan untuk pergerakan lalu lintas antara arteri dan jalan lokal, dengan hak pengaturan pada daerah perbatasannya. 4. Sistim Jalan Lokal (Local Road) Sistim ini dipergunakan untuk mengatur langsung pergerakan lalu lintas lokal. Volume Lalu Lintas Volume lalu lintas dapat didefinisikan sebagai : Jumlah kendaraan yang melewati bagian panjang tertentu suatu jalur atau jalan dalam jangka waktu tertentu dalam satu jam atau lebih. Volume dapat dinyatakan dalam : - lalu lintas harian - lalu lintas tahunan - lalu lintas jam-an Volume lalu lintas adalah kontrol utama yang pertama kali harus diperhatikan untuk perencanaan jalan raya, termasuk informasi yang harus releven antara volume sekarang dan volume yang akan datang. Istilah yang cocok dipakai adalah : Lalu lintas Harian Rata-rata/LHR (Average Daily Traffic / ADT) Untuk volume lalu lintas yang dihitung kurang dari setahun yang berhubungan dengan tahun-tahun mendatang. Selain itu terdapat perhitungan selama setahun yang disebut : Lalu lintas Harian Rata-rata Tahunan/LHRT (Average Annual Daily Traffic/ AADT). Sedangkan untuk perhitungan volume yang paling berarti adalah : Volume Jam Rencana (Design Hour Volume/DHV) Untuk perhitungan pada volume dua arah. Untuk fasilitas jumlah jalur banyak (multy lane), terutama distribusi arah (directional distribution) dalam design hour sebagai persentage arah (D) dari DHV pada arah yang pridominan perjalanan. Perhitungan dengan ADT dan DHV lebih disenangi untuk kendaraan campuran yaitu kendaraaan penumpang dan truk. Untuk beberapa contoh lebih diinginkan pemakaian equivalen satuan mobil penumpang (smp) karena kadang-kadang kapasitas dihitung berdasarkan smp. Pemakaian ADT adalah sebagai dasar perhitungan lalu lintas; sedangkan pemakai DHV untuk dua arah dapat ditentukan dari perkalian ADT dengan percentage yang representatif. Persentage tersebut. K, adalah typical untuk dalam kota dan luar kota, sebagai berikut : - Dalam kota (urban) = 7 – 8 % - Luar kota (rural) = 11 – 20% Jadi penentuan tersebut adalah : DHV = K x ADT Derajat “Access Control” Bentuk pelayanan pada jalan raya berjalur banyak (multy-lane highways) adalah kontrol pada hak memasuki jalan tersebut (access control), serta pada daerah yang berbatasan / bersebelahan sepanjang jalan raya itu, baik sepenuhnya atau sebagian. Tingkatan access controladalah : - tidak ada access control (none) - sebagian access control (partial) - sepenuhnya access control (full) yang akan menjelaskan hubungan dengan pengembangan gangguan yang terjadi pada sisi / cabang jalan, atau pembatas kebebasan bergerak memasuki daerah milik jalan tersebut. Limited-Access Highway : Limited-access highway dapat didefinisikan sebagai berikut : Jalan raya atau jalan yang terutama dirancang untuk lalu lintas menerus (through traffic), dimana pengendara kendaraan pemilik kawasan tanah / aktivitas diperbatasan bersebelahan sepanjang jalan tersebut hanya mempunyai hak untuk memasuki jalan raya tersebut secara terbatas. Ket : Untuk memasukinya biasanya melalui Interchange. Limited atau Controllled Access Highwaydapat terdiri : a. “Overpass” – melewati diatasnya freeway b. “Underpass” – melewati dibawahnya freeway Apabila pertemuan tersebut adalah utama, dimana kendaraan dapat memasuki freeway dari jalan yang memotong maupun bertemu, maka dipakai sistim :“Interchange” Perancangan pada Limited Access Routes harus mengutamakan : - Daerah pemilik / penguasaan jalan (Right Of Way/Row yang cukup lebar. - Landsape yang cukup baik - Larangan adpertensi pada daerah kontrol access - Kontrol pada fasilitas pelayanan (service) daerah berdampingan (misal : pompa bensin, daerah parkir dan lain-lain pelayanan tepi jalan. Pada daerah perkotaan (urban), perencanaan limited-access biasanya dengan alat bantu pemisah dinamakan“Front Road” Fronttage Roadyaitu : Jalan yang paralel pada freeway / expressway ditepi perbatasan, yang dimaksudkan untuk melayani lalu lintas lokal (local traffic) dan menghalangi access dari jalan / tanah / aktivitas samping memasuki freeway. Frontage Road dapat berada pada satu sisi maupun pada kedua sisi freeway, dan sebagai penghubung dapat dipakai overpass atau underpass.Frontage road dapat berjalur satu arah maupun dua arah. Elemen Potongan Melintang Jalan Raya Perancangan setiap elemen pada potongan melintang jalan tergantung pada pemakaian atas fasilitas yang diperlukan. Jalan yang dirancang untuk menampung Volume dan Kecepatan lebih besar memerlukan kondisi sebagai berikut : - Lebih banyak jalur lalu lintas - Kelandaian yang lebih datar - Tikungan yang lebih lembut - Bahu jalan dan median lebih lebar - Jalur belok dibuat terpisah - Kontrol access Potongan melintang jalan raya berdasar elemen jalan ada tiga bagian : 1. Jalan yang dilalui : permukaan perkerasan, lebar jalan, kemiringan melintang dan jalur l.l. 2. Batas tepi jalan : bahu jalan, trotoir, curbs, guardrails, selokan, sisi jalan 3. Pemisah lalu lintas : median Secara bersama elemen-elemen tersebut membentuk Rigt Of Way/ROW Permukaan Perkerasan Jalan Permukaan perkerasan yang dilalui kendaraan dapat dibagi menjadi tiga type: tinggi, menengah, rendah. Type perkerasan ditentukan oleh : - Volume lalu lintas - Karakteristik lalu lintas - Material yang ada - Kontraktor yang berpengalaman - Biaya - Perawatan Volume lalu lintas berat memerlukan permukaan yang mulus, tahan cuaca, serta anti slip; dan pembuatannya agar tidak mengganggu operasional lalu lintas. Warna perkerasan mempunyai efek langsung pada operasional lalu lintas. Warna muda menghasilkan penglihatan lebih baik pada waktu malam hari maupun pada waktu hujan; dari pada warna permukaan gelap. Warna muda perkerasan dapat juga dipakai pada bahu jalan, pertemuan jalan, keluar masuknya ramp pada interchange. Lebar Perkerasan Lebar perkerasan maupun lebar jalur mempunyai pengaruh besar pada keamanan, kenyamanan maupun kepercayaan diri bagi pengemudi. Lebar jalur/perkerasan = 3.00 – 3.75 m (10 –12 ft) adalah standard Lebar jalur/perkerasan = 4.00 – 4.25 m (13 –14 ft) telah dipakai untuk kecepatan tinggi, luar kota, dua jalur, baik satu arah maupun dua arah Lebar jalur/perkerasan = kurang dari 3.75 m dapat mempengaruhi kapasitas dan keamanan untuk kecepatan tinggi, sehingga penggunaannya supaya lebih dibatasi dan lebih untuk tingkat yang lebih rendah. Potongan melintang perkerasan Potongan melintang perkerasan jalan berbentuk lengkung cembung disebut “crown”, dimana pada bagian tengah/sumbu dinaikkan lebih tinggi dari kedua sisi perkerasan. Bentuk tersebut untuk kepentingan drainage, dan kemiringan dapat berbentuk lurus maupun lengkung parabolik. Kemiringan jalan terdahulu = 1/2“ per foot Kemiringan jalan sekarang = 1/8” per foot Kemiringan jalan multi-lane = 1/16” per foot Ket. Dengan pengembangan material, teknik dan peralatan maka peningkatan kemiringan menjadi 1/8” per foot, sedangkan untuk jalan dengan sistim perkerasan terpisah berjalur banyak (multi-lane), maka setiap jalur disebelah luarnya diperbesar kemiringannya dengan 1/16” per foot. Pada tikungan, bentuk crown akan berubah dengan tingkatan sebagai berikut : 1. - kedua separoh sisi miring ke bawah (crown) 2. – separoh sisi luar datar, separoh sisi dalam miring kebawah 3. – separoh sisi luar naik keatas, separoh sisi dalam turun / miring ke bawah (super elevasi) 4. – kembali ke posisi no. 2 5. – kembali ke posisi no. 1 lebar bahu bervariasi : - Minimum lebar standard = 1.25 m - Lalu lintas berat, kecepatan tinggi = 3.75 m - Jalan raya dengan DHV = 100 kend/jam = 2.50 – 3.75 m - Di daerah pegunungan (karena biaya) = 1.25 –2.50 m Kemiringan bahu jalan supaya lebih besar daripada kemiringan permukaan perkerasan jalan, tetapi tidak boleh membahayakan kendaraan-kendaraan yang lewat apabila terpasak harus melewati bahu jalan. Kemiringan bahu jalan type tinggi = 3 cm per meter. - Pada tepi jalan yang dipasang guardrails, maupun berdekatan dengan dinding tegak bangunan maupun dinding terjal gunung, harus diberi tambahan lebar = 75 cm Jalan tepi jalan Pejalan Kaki (Sidewalks) Didalam daerah perkotaan, jalan tepi untuk pejalan kaki disisi jalan raya dapat diterima sebagai bagian integral jalan. Akan tetapi untuk pejalan kaki diluar kota, karena kecepatan kendaraan yang tinggi dan kurangnya pencahayaan, maka jalan tepi untuk pejalan kaki tersebut sangat membahayakan. Kebutuhan tersebut hanya dapat dipenuhi pada daerah aktivitas perdagangan, sekolah, industri dan pengembangan di luar kota. Penahan tepi (Curb/Kerb) Pemakai penahan tepi jalan (curb) yang berupa tanggul pendek sepanjang tepi perkerasan, adalah umumnya didaerah perkotaan dan ditepi kota. Oleh perancangan dan lokasi, penahan tepi jalan ini mempengaruhi pengemudi dan keamanan. Penahan tepi jalan dipakai untuk keperluan : - Mengontrol drainage permukaan perkerasan - Menghalangi kendaraan keluar dari perkerasan jalan - Memberi batas pada tepi perkerasan - Memberi kesan tepi jalan bersih dan selesai Ada dua sistim / kelas penahan tepi : - Sistim barrier – curbs - Sistim mountable – curbs Barrier – curbs relatip tinggi dan tegak, berguna untuk mencegah kendaraan keluar dari perkerasan, berukuran tinggi = 15 – 50 cm (6 – 20 inch) dari atas muka perkerasan. Barrier – curbs dapat dipakai pada : - Jembatan - Pier - Median sempit - Tepi jalan Mountable – curbs adalah rendah, atau dengan permukaan datar dan melengkung, sehingga kendaraan dapat melewatinya tanpa loncatan membahayakan. Ketinggian ditepi jalan pejalan kaki = 15 – 20 cm, dan dijaga supaya tidak mengenai sisi bawah bumper maupun pintu mobil waktu dibuka. Sistim barrier yang lain adalah yang berfungsi sebagai pengaman lalu lintas cepat yang keluar jalur, yang cukup populer untuk dua arah, ialah – New Jersey barrier dan General Motor barrier yang dibuat dari beton. Besi Pengaman (Guardrails) Dipakai apabila karena sesuatu kejadian kendaraan yang keluar jalur perkerasan menjadi sangat berbahaya. Biasanya daerah seperti itu adalah pada : a. Urugan jalan lebih dari 2.50 m (8 ft) tingginya b. Kemiringan bahu jalan lebih besar dari (4 – 6) : 1 c. Lokasi dimana ada perubahan mendadak pada alinyemen horisontal, baik yang datar maupun menurun d. Penurunan kecepatan yang besar diperlukan segera e. Galian tepi jalan yang terjal f. Batas limit daerah milik jalan (ROW) g. Sisi luar tikungan tajam h. Didepan ujung jembatan/pier i. Didepan pohon, tiang-tiang utilitas, kolom jembatan j. Tanda pembantu refleksi penyinaran k. Sisi luar ramp (interchange) meninggalkan jalan raya l. Pemisah tengah/median pada jalan dua arah yang sempit dan kecepatan tinggi Guardrails dirancang untuk menahan impact tabrakan kendaraan dengan sistim defleksi pemutaran kesamping pada kendaraan sehingga kendaraan akan tergeser menerus pada guardrails dan berkurang kecepatannya. Hal ini mencegah kendaraan terguling atau terlontar kembali ke jalan raya yang akan membahayakan kendaraan dibelakangnya. Bentuknya bervariasi, yaitu : bentuk W, kabel, box-beam. Tiang untuk pemasangan dapat dari : kayu, besi, atau beton. Tiang yang paling baik adalah yang disebut “weak-post” (tiang lemah) dimana pada waktu ditabrak tiang akan “lumpuh” dan besi pengaman melengkung menyerap energi impact dari kendaraan yang menabraknya. Pemisah Lalu Lintas (Median ,Traffic Separator) Median dipakai untuk memisahkan jalur perjalanan yang berlawanan, dan sangat berguna untuk jalan berjalur banyak, antara lain : a. untuk mengurangi silau cahaya lampu besar mobil b. untuk mengurangi tabrakan pada kendaraan yang berlawanan arah c. untuk mengurangi kecelakaan lainnya d. untuk memberikan tempat untuk kendaraan berputar e. untuk penyeberangan jalan dapat berhenti dulu ditengah / median pada jalan yang lebar f. untuk operasional lalu lintas kendaraan lebih aman g. untuk menaikkan kapasitas jalan Median tidak lebar dimaksudkan untuk memisahkan dua arus berlawanan, sehingga apabila terjadi kendaraan keluar jalur tidak sampai mengenai / menabrak kendaraan yang berlawanan. Lebar median disesuaikan fungsinya, dibagi beberapa macam : a. Untuk Freeway dan luar kota = 18.28 – 27.50 meter b. Untuk tepi kota& pegunungan = 3.00 – 9.00 meter c. Untuk penyeberangan terpisah = 6.75 – 18.25 meter d. Untuk perputaran kendaraan = 4.25 – 6.75 meter e. Untuk kondisi terbatas (curb) = 1.25 – 2.00 meter f. Untuk tanpa median = dipakai pemisah dengan barrier/guardrails Pada median perlu diberi tanaman semak untuk menghalangi cahaya silau lampu mobil arah lawan, terutama pada median sempit. Penanaman dengan semak lebat bernama “multiflora rose hedges” kecuali penghalang silau juga berfungsi sebagai “crash-barrier”. Daerah pemilik jalan (Rigt Of Way / ROW) Daerah ini harus cukup efisien untuk mencakup semua elemen potongan melintang, ditambah daerah batas cukup. Daerah batas : Daerah antara tepi jalan dan garis batas ROW Kegunaan : 1. Akomodasi pejalan kaki 2. Lokasi untuk utilitas 3. Penempatan tanda-tanda lalu lintas 4. Lain-lain kontrol 5. Sebagai daerah jalur hijau Dianjurkan untuk membeli ROW yang cukup untuk menampung pengembangan jalan, sebab untuk masa-masa mendatang dimana diperlukan perlebaran ROW, harga tanah sudah terlalu tinggi. Lebar ROW sesuai type jalan berdasarkan AASHO adalah : Type jalan Lebar ROW (feet) Dua jalur 66 – 120 (minimum untuk low type) Tiga jalur 100 – 140 Empat jalur 90 – 310 (minimum untuk konstruksi pada daerah terbatas) Alinyemen Jalan Raya (Highway-alignment/Highway-alinement) Terdapat dua macam alinyemen jalan raya : 1. Alinyemen Horisontal (Horizontal Alignment) 2. Alinyemen Vertikal (Vertikal Alignment) Alinyemen dinyatakan dalam gambar yang berupa susunan secara seri garis lengkung dan garis lurus yang dihubungkan satu dengan lainnya.Pada pemakaian mutakhir diberikan lengkung transisi atau spiral diantara garis lurus dan garis lengkung. Alinyemen harus konsisten, perubahan mendadak dari lurus ke lengkung, atau jalan lurus yang panjang diikuti lengkung tajam harus dihindari untuk mengurangi kecelakaan yang membahayakan. Pemakai lengkung compound dengan dua jari-jari lengkung berbeda, patah belakang, dan lengkung berbalik tidak boleh dipakai, kecuali apabila lengkung transisi diantaranya cukup baik. Lengkung panjang dengan sudut tangen kecil lebih disenangi karena pengendara yang nyaman. Untuk perancangan lengkung jalan, penting untuk menghasilkan hubungan yang tepat antara kecepatan rencana dan derajat tangen lengkung dan juga hubungannya dengan super elevasi. Alinyemen Horisontal Terdapat elemen-elemen alinyemen horisontal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan pergerakan lalu lintas, adalah sebagai berikut : Lengkung Lingkaran (Circular Curvas) Kendaraan menjalani jalur lengkung akan mengalami gaya sentrifugal yang arahnya keluar lengkung. Gaya ini harus diimbangi oleh gaya yang sama dan arahnya berlawanan yang dihasilkan oleh super elevasi dan geseran ke samping. Ditinjau dari bidang perencanaan jalan, harga super elevasi dan geseran ke samping tersebut sulit untuk mencapai nilai tertentu, dengan demikian membatasi ketajaman lengkungan. Pada perencanaan alinyemen ketajaman lengkungan dinyatakan dalam derajat kelengkungan (degree of curve), yang didefinisikan sebagai : Sudut pusat lingkaran yang dibatasi oleh 100 ft panjang busur / lengkung didepannya. 5729.58 Rumus yang dipakai : .D = Jari – jari Dimana D = Derajat kelengkungan Dari hasil perhitungan untuk beberapa lengkung didapat hasil : Derajat kelengkungan : 1 2 6 10 20 Jari-jari lingkaran (m) : 1.746.38 873.19 291.06 174.63 87.32 Bersama-sama dengan harga superelevasi = e, dan geseran = f dapat dicari kecepatan rencana dengan perumusan : 85.950 (e+f) Dmax = V Super elevasi pada tikungan Sangat penting untuk menghalangi adanya tendensi kendaraan akan tergeser keluar dari jalur lengkung atau terbalik karena adanya gaya sentrifugal. Gaya sentrifugal bekerja diatas permukaan jalan lewat titik berat gravitasi kendaraan dan menghasilkan momen putar terhadap titik kontak antara roda terluar dan perkerasan jalan. Kendaraan antara bisa terbalik apabila momen putar lebih besar daripada momen kestabilan kendaraan. Kendaraan penumpang modern mempunyai titik berat gravitasi rendah sehingga momen putar menjadi kecil; dengan demikian mobil tidak terbalik tetapi tergeser keluar. Pada jalan tikungan dengan super elevasi (sisi luar dinaikkan) tendensi terbalik dan tergeser sepenuhnya dieleminir oleh super elevasi sehingga komponen gaya berat yang paralel permukaan jalan akan sama dengan komponen gaya sentrifugal sejajar permukaan jalan. Pada gambar terdapat hubungan antara kedua komponen yang sama yaitu : Wh = Ch (geser diabaikan) WV Jadi W sin 0 = cos 0 gR dibagi w cos 0 V Tg 0 = gR tg 0 = e V Jadi e = gR Merubah V ft/sec menjadi V mile/hour V e = 15R Berdasarkan superelevasi dan geseran : V e+f = 15R AASHO memberikan harga koefisien pergeseran sebagai berikut : - Maximum koefisien yang aman = 0.12 - Daerah bersalju e = 0.08 - Permukaan mengandung es e = 0.05 Selanjutnya untuk harga yang umum dipakai menurut AASHO adalah : Design speed (mph) 30 40 50 60 70 80 Maximum e factor 0.16 0.15 0.14 0.13 0.12 0.11 Pelebaran perkerasan pada tikungan Pelebaran pada tikungan dilakukan kondisi operasional pada tikungan sebanding dengan pada jalan lurus. Disebabkan sifat dimana pada waktu kendaraan berbelok, roda belakang akan mengikuti perputaran roda depan dengan jari-jari yang lebih pendek, maka pada tikungan perlu diperlebar. Terdapat beberapa cara perhitungan pelebaran. Secara umum perkerasan dua jalur diperlebar antara 0 – 2.15 m, sedangkan yang banyak dipakai adalah antara 75 – 1.25 m. Didapatkan tabel pelebaran tikungan berdasarkan formula oleh AASHO. Untuk jalan dengan empat jalur tanpa dipisah (four-lane undevided highways) pelebaran perkerasan harus dibuat dua kali dari harga yang didapat dari formula.Untuk jalan dengan jalur dipisah, baik untuk dua jalur atau empat jalur lebar 24 feet, tidak perlu ada pelebaran, begitu juga untuk lebar 22 feet pada lengkung bersudut 10 atau kurang. Penempatan pelebaran perkerasan Apabila dipakai lengkung transisi spiral, perlebar dapat ditaruh sebelah dalam atau dibagi dua antara luar dan dalam lengkung.Untuk lengkung tanpa spiral pelebaran harus ditaruh tepi dalam lengkung. Alinyemen Vertikal Pada alinyemen vertikal, garis kelandaian ditunjukkan berdasarkan garis tengah perkerasan jalan dimana secara seri garis lurus dihubungkan dengan lengkung. Untuk perencanaan alinyemen vertikal supaya dilakukan perbandingan antara syarat jarak pandang (sight distance) dengan pekerjaan tanah serta ketentuan lalu lintas lainnya. Pada daerah pegunungan dibuat balance antara galian (cut) dan urugan (fill) sehingga ekonomis dalam pembiayaan. Maximum kelandaian Syarat maximum kelandaian adalah prinsip untuk karakteristik operasional kendaraan pada tanjakan. Terdapat persesuaian bahwa untuk seluruh jalan dengan kelandaian 7 – 8 % masih dapat dijangkau truk/komersiil kecepatannya ditentukan oleh : Keterjalan dan panjang serta berat angkutan kendaraan. Untuk jalan utama diberikan persyaratan hubungan antara : Kelandaian maximum dan kecepatan, sebagai berikut : Kecepatan Rencana Kelandaian maximum (design speed) (maximum grade) (mph) (%) 30 6 – 9 40 5 – 8 50 4 – 7 60 3 – 6 70 3 – 5 80 3 – 4 Panjang kritis kelandaian Panjang kelandaian perlu dibatasi karena kemampuan menanjak kendaraan adalah untuk mempertahankan kecepatannya. Panjang kritis kelandaian (critical length of grade) adalah : = Maximum panjang tanjakan yang dirancang dimana truk bermuatan dapat berjalan dengan tanpa pengurangan kecepatan yang berarti. ……… (Lihat grafik). Minimum kelandaian ditentukan oleh kondisi drainage. Jarak pandang (Sight Distance) Jarak Pandangan adalah panjang jalan raya didepan yang tampak jelas oleh pengemudi. Kemampuan melihat kedepan adalah yang terpenting untuk keselamatan dan operasional lalu lintas yang effisien di jalan raya. Jarak pandang ini harus cukup panjang dimana pengemudi dapat menghindari tabrakan dan halangan tak terduga di jalan. Jarak pandang ini disebut : Jarak pandang tanpa menyiap (Non passing sight distance), atau Jarak berhenti minimum yang aman (Minimum safe stoping distance) Selain itu terdapat istilah : Jarak pandang menyiap/menyelip (Passing sight Distance) Jarak pandang menyiap adalah : Jarak pandangan yang cukup didepan dimana pengemudi dapat menyiapkan/menyalip kendaraan didepannya tanpa membahayakan. Jarak Pandangan tanpa menyiap (disingkat : Jarak Pandang Henti) Jarak pandang berhenti minimum yang aman ini adalah jumlah dari dua jarak : 1. Jarak yang dijalani kendaraan pada waktu mengemudi mulai saat melihat benda/halangan sampai mulai saat menginjak rem. (Pada saat/periode Perception dan Reaction kendaraan tetap masih berjalan/meluncur). 2. Jarak yang disyaratkan untuk berhenti mulai saat pengemudi menginjak rem. Waktu untuk perception = 1.5 detik (rata-rata, meski ada yang kurang) Waktu untuk braking = 0.5 detik (rata-rata, meski ada yang kurang) Menurut AASHO jumlah 1.5 + 0.5 tersebut dipakai rata-rata = 2.5 detik. Jarak pandang henti untuk jalan datar dan landai adalah : V Jarak datar : d = 1.47vt + 30f V Jalan dgn kelandaian : d =1.47vt + 30(f + G) dimana : V = kecepatan, miles per hour t = waktu reaksi (2.5 detik) f = koef. Geseran G = kelandaian, prosen + = naik , - = turun Demi keselamatan, untuk perencanaan sebaiknya memakai koefisien pergeseran f untuk permukaan basah (wet pavement). Jarak Pandangan Menyiap/Menyalip Jalan raya Dua-Jalur : Pada jarak dua jalur dua arah, kendaraan secara berkala harus menyiap kendaraan yang lebih lambat didepannya, dimana waktu menyiap harus menghadapi kendaraan yang berlawanan arahnya. Apabila kebebasan berkala untuk menyiap tersebut tidak disiapkan maka kapasitas jalan akan menurun dan kecelakaan menaik. Jarak minimum pandangan menyiap untuk jalan dua jalur, oleh AASHO diberikan persamaan jumlah empat jarak, yaitu : d = d1 + d2 + d3 + d4 dimana : d1 = jarak yang dijalani selama waktu persepsi dan reaksi dan selama percepatan ke titik pendekatan ke jalur kanan. d2 = jarak yang dijalani selama kendaraan berada di jalur kanan d3 = jarak antara kendaraan yang menyiap (pada akhir manuver) dan kendaraan dari arah berlawanan d4 = jarak yang dijalani oleh kendaraan dari arah lawan untuk 2/3 waktu yang dipakai kendaraan yang menyiap berada di jalur kanan, d4 = 2/3 x d2 Jalan Empat Jalur Pada jalan raya empat jalur, hanya ada jarak pandang henti. Jarak Pandangan pada Lengkung Vertikal (Lengkung Cembung) Untuk mendapatkan jarak pandangan pada lengkungan vertikal jalan raya, pengukuran adalah dari ketinggian mata pengemudi pada benda di depan di atas permukaan jalan. Jarak pandangan tanpa menyiap (Non passing sight distance) Ketinggian mata = 1.15 m (3.75 feet) diatas muka perkerasan jalan Ketinggian benda = 0.15 m (6 feet) diatas muka perkerasan jalan Jarak pandangan menyiap (Passing sight distance) Ketinggian mata = 1.15 m (3.75 feet) diatas muka perkerasan jalan Ketinggian bagian atas kendaraan = 1.45 m (4.5 feet) perkerasan jalan Terdapat dua keadaan yang perlu pemeriksaan, yaitu : 1. Jarak pandangan lebih kecil daripada panjang lengkung (S) (L) 2. Jarak pandangan lebih besar daripada panjang lengkung Lengkung cembung (crest) harus memenuhi syarat panjang untuk : keamanan, kenyamanan dan tidak mengagetkan; seperti syarat jarak pandangan, baik untuk jarak pandangan henti maupun menyiap. Selanjutnya, rumus-rumus, gambar, dan grafik periksa hal. Berikut.... Jarak Pandangan pada Lengkung cekung (sag) Jarak pandangan pada lengkung cekung ditentukan pada jarak jangkauan lampu besar kendaraan pada permukaan jalan pada waktu menurun malam hari. Bagian jalan raya yang diterangi lampu besar tergantung pada posisi dan arah sinar lampu. Syarat yang biasa dipakai adalah besar dipasang pada ketinggian 60 cm (2 feet) diatas muka jalan dengan sudut sinar menyebar 1 keatas terhadap sumbu memanjang kendaraan; yang akan memotong/menyinar jalan didepan pada bagian yang menanjak. Rumus, gambar, dan grafik periksa halaman berikut. Jarak Pandangan pada Underpass Lengkung Vertikal Cekung Pada underpass, sinar lampu terhalang oleh struktur jembatan. Terdapat kondisi kritis apabila kebebasan vertikal( C ) = minimumm sedangkan H1 + H2 = maksimum. Kebebasan vertikal minimum = 14 feet, tinggi mata = 6.0 feet dan tinggi benda = 1.5 feet. Rumus, gambar dan penjelasan, periksa halaman berikut. . gambar belum Jarak Pandang pada Lengkung Horisontal Pada lengkung horisontal terdapat jarak pandangan sepanjang bagian dalam lengkung. Pada waktu kendaraan berjalan pada tikungan horisontal, setiap halangan pada sisi dalam tikungan akan menutupi pandangan pengemudi ke depan. Untuk operasional yang aman pada tikungan, maka jarak pandangan lurus harus menghasilkan jarak berhenti yang aman. Pada tikungan tidak praktis untuk mengadakan jarak pandangan menyiap, karena jarak menyiap minimum untuk jalan raya dua arah kira-kira adalah empat kali jarak pandangan henti. Semua penghalang : tembok, potongan lereng gunung, daerah berpohon, gedung, semak tinggi, perkebunan supaya dibersihkan untuk pandangan yang lebih grafik. Selanjutnya dapat dipakai grafik. .gambar grafik belum Persimpanagn Jalan (Intersection) Persimpangan jalan adalah daerah/tempat dimana dua atau lebih jalan raya bertemu atau berpotong, dan termasuk fasilitas jalan dan sisi jalan untuk pergerakan lalu lintas pada daerah itu. Fungsi operasional utama persimpangan adalah untuk menyediakan bagi perpindahan / perubahan arah perjalanan. Persimpangan adalah penting jalan raya, karena banyak dari : effisiensi, keamanan, kecepatan, biaya operasional dan kapasitas tergantung pada perancangannya. Elemen-elemen operasional persimpanagan jalan : a. berpisah arah dari (diverge from) jalan utama b. bergantung dengan (merge with) jalan utama c. berpotongan dengan (crossing lain) jalan lain Konflik (conflict) Pada waktu berpisah, bergabung dan memotong jalan lain, akan terjadi konflik antara dua atau lebih pemakai jalan / pengemudi. Daerah konflik : Adalah daerah pada persimpangan jalan termasuk tidak hanya yang potensial atau sesungguhnya untuk tabrakan, tetapi juga zone disekitarnya yang dipengaruhi oleh tabrakan tersebut. Type persimpangan jalan : a. Persimpangan sebidang (at-grade intersection), yaitu pertemuan beberapa jalan pada ketinggian/elevasi yang sama. b. Persimpangan tidak sebidang (grade-separated), disebut : Interchange, ditentukan karakteristiknya dengan pemisahan satu atau lebih manouver perpotongan kendaraan, dengan underpass atau overpass. Persimpangan sebidang : Kebanyakan jalan-jalan raya berpotongan pada satu bidang, yang melayani pergerakan : berbelok (turning) dan berpotongan (crossing) Kontrol utama persimpangaan sebidang adalah : - design hour volume lalu lintas - karakteristik lalu lintas (menerus atau belok) - design speed Dasar type-type persimpangan sebidang adalah : - tiga kaki (bentuk T atau Y) , pertigaan, simpang tiga - empat kaki , perempatan, simpangempat - rotonde (rotary intersection) , perputaran Bentuk type persimpangan sebidang terutama ditentukan oleh : - jumlah kaki persimpangan - bentuk topografi - pola lalu lintas (fluktuasi lalu lintas) - type operasional yang diinginkan Persimpangan jalan dapat mempunyai perkerasan yang luas, yang menyebabkan : Pergerakan kendaraan tidak terkontrol, membahayakan, jarak penyeberangan pejalan kaki terlalu jauh, ada daerah perkerasan yang tidak terpakai. Konflik yang terjadi pada persimpangan ini dikurangi dengan : Penempatan pulau-pulau (islands), yang akan mengarahkan lalu lintas pada jalur tertentu. Persimpangan dengan model ini disebut : Persimpangan dengan alur. (Channelized Intersection). Rotonde / Rotary pada persimpangan yang baru sudah jarang dipakai; tetapi masih diperlukan pada perputaran kendaraan yang banyak dan jumlah kaki lebih dari empat Pemakaian rotary supaya dibatasi untuk DHV = 3000 kend. Jenis operasional dan bentuk persimpangan dapat dilihat pada gambar. Interchange Volume lalu lintas yang dapat melalui persimpangan dapat mencapai atau sama dengan jumlah kapasitas jalan raya terbuka pada dua jalan raya yang berpotongan, apabila jalan-jalan tersebut ditempatkan pada dua ketinggian/elevasi yang berbeda ; jadi memungkinkan lalu lintas menerus pada kedua jalan raya untuk melalui langsung tanpa halangan. Dengan menghubungkan kedua jalan yang bersilangan atas dan bawah dengan jalan penghubung (ramp), untuk berputar / berganti arah, sehingga menjadi interchange, maka pada persimpangan tersebut dapat dihasilkan kapasitas besar tanpa gangguan. Type pemisahan bidang (type interchange) dipengaruhi banyak faktor, tetapi yang terbesar adalah : - design hour volume - topografi - karater lalu lintas - ROW yang memungkinkan - design speed - biaya Type-type Interchange 1. Bentuk T / trompet 2. Bentuk Y 3. Cloverleaf (daun semanggi) 4. Partial cloverleaf (Parclo) 5. Diamond (Intan) a. Conventional D. b. Split Diamond 6. Directional (Arah) Interchange