Rabu, 04 April 2012

Perencanaan Pelabuhan I

PERENCANAAN PELABUHAN I
Ir. H.R. SOENARNO. AS
JURUSAN TEKNIK SIPIL
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
J A K A R T A
2004 i
KATA PENGANTAR
Seperti kita ketahui sampai saat ini masih terasa kurangnya buku-buku berbahasa Indonesia yang membahas tentang Ilmu Pelabuhan, baik yang mengenai Teknik Pantai dan Teknik Pelabuhan ( Tidal and Coastal Engineering ) maupun operasi dan Manajemen Pelabuhan; serta hal-hal yang menyangkut Transportasi laut dalam rangka kegiatan Perhubungan Laut , walaupun sudah banyak buku-buku tentang pelabuhan yang ditulis dalam bahasa asing.
Oleh karena itu untuk kepentingan para mahasiswa dan generasi muda kita, maka kami berusaha menyusun buku Perencanaan Pelabuhan ini.
Menurut pengalaman kami lebih dari seperempat abad memberi kuliah, khususnya dalam bidang pelabuhan, terasa kurang berhasilnya dalam menempuh studinya, antara lain disebabkan karena kurangnya minat baca bagi para mahasiswa; dan hal ini dapat dimengerti karena indikasi kurangnya minat baca tersebut disebabkan kurangnya mereka menguasai bahasa asing.
Mengingat tenaga mereka apalagi sebagai sarjana sangat diperlukan negara dan masyarakat kita dewasa ini , maka merupakan kewajiban kita semua untuk menarik minat baca mereka dengan memberikan kemudahan-kemudahan berupa tulisan-tulisan ilmiah dalam bahasa Indonesia.
Atas dasar kepentingan dan maksud tersebut diatas, mendorong kami untuk menyusun buku ini dengan segala kekurangan-kekurangan yang ada, kami berusaha menyajikan hal-hal yang secara langsung nantinya akan mereka gunakan dalam praktek.
Walaupun buku ini belum selengkap yang diharapkan, namun buku ini sudah memuat dasar-dasar dan pokok pengetahuan sebagai bekal untuk nantinya mampu melaksanakan pekerjaan-pekerjaan pembangunan khususnya dibidang perhubungan laut dengan sebaik-baiknya.
Tentu saja kami tidak hanya berhenti disini, melainkan dengan segala kekurangan yang ada , secara bertahap akan kami sempurnakan dan kami lengkapi sesuai dengan kemajuan teknologi yang mempengaruhi perubahan pada cara-cara kerja dan peralatan yang dimaksud.
Puji syukur kami panjatkan atas Kehadirat ALLAH SWT , karena dengan rahmat dan Anugrah –NYA kami dapat menyusun dan menyelesaikan buku Perencanaan Pelabuhan I.
Kami mengucapkan terima kasih kepada teman dosen di ISTN yang telah membantu menyelesaikan pembuatan buku Pelabuhan I ini sdr Ir. Marsiano MSc , Ir. Rahardjo MT, Ir. Atjep ii
Sudaryanto MT dan teman-teman dosen lain yang tak dapat kami sebutkan satu persatu. Dan juga kepada semua pihak yang telah memberikan masukan-masukan yang sangat berarti dalam menyelesaikan tugas ini.
Kami menyadari ,bahwa buku yang kami susun ini masih memiliki banyak kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu, kami menerima segala kritik dan saran yang bersifat positif untuk kami.
Semoga Diktat ini memberikan banyak manfaat bagi kami pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Jakarta, 18 Januari 2005.
Penulis. iii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ………………………………………………………………………… i
Daftar Isi ………………………………………………………………………… iii
BAB I. PENDAHULUAN.
I.1. Pemandangan Umum Tentang Pelabuhan. .………………………………... 1
I.2. Macam-macam Pelabuhan Berdasarkan Kriteria. ..……………………….. 4
I.2.1. Berdasarkan Konstruksi Teknis. ………………………………………… 4
I.2.2. Berdasarkan Jenis Perdagangan. ………………………………………… 4
I.2.3. Berdasarkan Jenis Pungutan Jasa. ………………………………… 4
I.2.4. Berdasarkan Kegiatannya. ………………………………………… 4
BAB. II. PASANG SURUT AIR LAUT.
II.1. Pendahuluan .………………………………………………………………… 6
II.2. Berdasarkan Teori Seimbang dari NEWTON. ….……………………… 6
BAB. III. ARUS AIR LAUT.
III.1. Pendahuluan. ………………………………………………………………… 12
III.2. Cara Pengukuran Kecepatan dan Arah Arus. ....……………………… 14
III.3. Pengukuran Kedalaman (ukuran kedalaman ) air laut ........................... 17
BAB. IV. GELOMBANG ( WAVE PROPERTIES ).
IV.1. Pendahuluan. ………………………………………………………………… 18
IV.2. Gelombang. ………………………………………………………………… 19
IV.3. Panjang dan kecepatan Gelombang. ………………………………………… 21
IV.4. Penyelidikan gelombang. ………………………………………………… 27
IV.5. Wave Refraction dan Wave Diffraction. ………………………………… 28
IV.6. Difraksi. ………………………………………………………………… 30
IV.6. Equivalent Deepwater wave. ………………………………………………… 30 iv
IV.7. Fetch. ………………………………………………………………………… 31
IV.8. Wave shoaling. ………………………………………………………… 35
IV.9. Wave Breaking. ………………………………………………………… 35
IV.10. Pengaruh gelombang didalam Pelabuhan. ………………………………… 36
IV.11. Refleksi Gelombang. ………………………………………………… 37
IV.12. Wave Runup dan Over topping. ………………………………………… 40
BAB. V. PENAHAN / PEMECAH GELOMBANG.
V.1 Pendahuluan ………………………………………………………………….. 48
V.2. Macam-macam Breakwater. ………………………………………………... 48
V.3 Pemilihan Type ……………………………………………………………… 49
V.4. Keuntungan dan kerugian masing-masing type. ……..………………….. 49
V.5. Breakwater type Rublemound. …………………..…………………….. 51
Contoh soal Breakwater type Rublemound. ………………………………… 70
Contoh soal Design konstruksi Breakwater type Caisson. ………………… 80
BAB. VI. RAMALAN KEBUTUHAN FASILITAS PELABUHAN.
VI.1. Pendahuluan. ………………………………………………………………... 91
VI.2. Merencanakan Panjang Dermaga. ……………………..…………………. 92
VI.3. Merencanakan luas tempat penumpukan yang diperlukan. ……………..…. 94
VI.4. Menentukan jumlah peralatan pelabuhan yang diperlukan. ……..…………. 95
VI.5. Penggunaan Peralatan Pelabuhan. ………………..………………………. 96
VI.5. Merencanakan banyaknya kapal Tunda. …………..……………………. 97
VI.6. Jarak labuih kapal. ……………………………………………..…………. 101
VI.7. Ukuran-ukuran kapal. …………………………………..……………. 101
BAB. VII. FENDER.
VII.1. Pendahuluan. ………………………………………………………………... 103
VII.2. Jarak perletakan masing-masing fender. …………………..……………. 105
VII.3. Contoh soal rencana penggunaan Fender. ……… ……………………. 106 v
BAB. VIII. PENGERUKAN ( DREDGING ).
VIII.1. Pendahuluan. ……………….……………………….………………. 109
VIII.2. Pekerjaan Reklamasi. ………………………………………………... 109
VIII.3. Capital Dredging dan Maintenance Dredging. ………………………... 109
VIII.4. Contoh soal. ………………………………………………………………... 110
DAFTAR PUSTAKA. ………………………………………………………………… 113
PENGALAMAN PENULIS …………………………………………………………………. 114
LAMPIRAN-LAMPIRAN.
LAMP. A. Tentang ……………………………………………………………………
Lamp. B. Tentang ……………………………………………………………………..
Lamp. C. Tentang ……………………………………………………………………..
Lamp. D. Tentang …………………………………………………………………….
Lamp. E. Tentang …………………………………………………………………… Perencanaan Pelabuhan I Ir.H.R. Soenarno. AS 1
BAB I
PEMANDANGAN UMUM PELABUHAN
I. 1 PENDAHULUAN.
Pelabuhan Laut merupakan terminal point antara angkutan darat dan angkutan laut, angkutan laut dan angkutan laut, serta angkutan laut dengan angkutan darat.
Pelabuhan, kata aslinya adalah labuh yang berarti Pelabuhan laut, itu adalah tempat berlabuhnya kapal-kapal laut. Dahulu kala sungai-sungai merupakan alur pelayaran bagi perahu-perahu dan kapal-kapal, kapal-kapal tersebut biasanya sampai dimuara sungai berhenti berlabuh sambil menunggu cuaca baik agar dapat melanjutkan perlayarannya menuju antar pulau dan melaut kenegara lain.
Karenanya muara-muara sungai dahulu merupakan pelabuhan, dimana kapal-kapal berlabuh (membuang jangkar/sauh). Perhubungan laut termasuk pelabuhannya merupakan prasarana (infrastructure) dari perekonomian. Sehubungan dengan perkembangan perekonomian, maka makin lama kapal-kapal makin besar, sehingga hanya kapal-kapal kecil melewati sungai-sungai dan kapal-kapal besar berlabuh dipelabuhan sebagai terminalnya. Selanjutnya pelabuhan dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas tambat dan pergudangan serta pier atau penahan gelombang.
Banyak Istilah-istilah kepelabuhanan yang belum ada terjemahannya dengan tepat, sehingga dalam hal-hal seperti itu terpaksa masih digunakan istilah asing; antara lain ;
Kita kenal istilah Harbour dan Port dalam bahasa Inggris, terjemahannya keduanya adalah Pelabuhan sedangkan keduanya memang berbeda.
Harbour : adalah tempat perairan yang cukup dalam untuk tempat kapal-kapal berada, bebas dari rintangan untuk navigasi dan terlindung dari taufan, sehingga kapal-kapal dapat berlabuh disitu dengan aman.
Port : Harbour yang secara tetap digunakan oleh masyarakat yang sibuk berdagang dan bongkar muat angkutan laut. Jadi ringkasnya “ Port “ adalah Harbour yang telah dimanage (dilola). Perencanaan Pelabuhan I Ir.H.R. Soenarno. AS 2
Harbour dipimpin oleh Harbour master (Syahbandar), contoh harbour di Indonesia adalah pelabuhan-pelabuhan Eretan, Pengandaran, Pacitan dan lain-lain.
Port dipimpin oleh Port Administrator (Administrator Pelabuhan / Adpel) contoh Port di Indonesia adalah, Pelabuhan Tanjung Priok, Tanjung Perak, Belawan, Makassar dan lain-lain.
I. 2. MACAM – MACAM PELABUHAN :
Dibawah ini disajikan suatu diagram tentang macam-macam pelabuhan.
PELABUHAN MILITERPELABUHANPELABUHAN NIAGAPELABUHAN UMUMPELABUHAN KHUSUSPEL MINYAKPEL PERIKANANPEL BATU BARAPEL KAYUPEL PEMDA , DLL
Pelabuhan Militer (Pangkalan Angkutan Laut) tidak akan kita bahas, yang kita bahas selanjutnya adalah Pelabuhan Niaga khususnya Pelabuhan Umum.
Pelabuhan Umum di Indonesia dikendalikan oleh Negara jadi termasuk B.U.M.N (Badan Usaha Milik Negara)/ Harbour State Own Enterprises , sekarang di Indoensia BUMN yang dimaksud bernama Pelindo (Pelabuhan Indonesia) berbentuk PT (Persero) dan terdapat 4 Persero, yaitu :
PT. Pelindo I berpusat di Belawan (Medan)
PT. Pelindo II berpusat di Tanjung Priok (Jakarta) Perencanaan Pelabuhan I Ir.H.R. Soenarno. AS 3
PT. Pelindo III berpusat di Tanjung Perak (Surabaya)
PT. Pelindo IV berpusat di Makassar (Ujung Pandang)
Dibina oleh Depertemen Perhubungan c.q Direktorat Jendral Perhubungan Laut.
Pelabuhan dalam hal ini PT. Pelindo Persero wajib menyediakan fasilitas pelabuhan antara lain : dermaga dengan kelengkapan fender dan bolder, pergudangan dan open storage (tempat penumpukan) peralatan pelabuhan (port equipment) baik peralatan darat maupun peralatan dilaut seperti Crane, forklift, truck dan alat-alat bongkar muat lainnya, begitu pula pembangunan penahan gelombang (breakwater), kolam pelabuhan, alur pelayaran masuk, kolam tempat berputar kapal (turning basin), Dalam hal pergudangan pelabuhan wajib menyedikan Transit Shed (gudang lini I dan lini II), sedangkan gudang penyimpanan (lini III atau warehouse), swasta dapat membangun dengan izin pelabuhan sedangkan untuk air minum/air kapal bila mungkin pelabuhan menyediakan fasilitasnya, tetapi bila tidak, air kapal diambil dari perusahaan air minum walaupun dengan harga yang sangat tinggi dibanding dengan harga umum, Jaringan listrik juga disupply dari perusahaan Listrik Negara. Pelabuhan menyediakan tempat/lahan untuk Kantor, Perbankan, Kantor Bea dan Cukai, Kantor Karantina Depkes, Kantor Pelayaran, Kantor Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL), Kantor Keamanan (KP3 ) (Kepolisian di pelabuhan), Kantor Perdagangan dan Perindustrian, juga bila mungkin menyediakan lahan untuk galangan kapal.
Pembangunan fasilitas-fasilaitas tersebut diatas, khususnya bangunan air tidak mudah pelaksanaannya. Untuk keperluan tersebut perlu dipahami “Tidal and Coastal Engineering” yang mempelajari antara lain pasang surut, arus laut, gelombang dan teknik pantai.
Untuk membangun kolam pelabuhan dan alur pelayarannya diperlukan “Capital Dredging” (pengerukan awal) dan untuk memelihara kedalamnya diperlukan “Maintanance Dredging” (pengerukan perawatan).
Sebelum pelabuhan menjadi (berstatus) Perum (Perusahan Umum Negara) status pengerukan merupakan Divisi dari instansi pelabuhan .
Pada saat pelabuhan ditetapkan sebagai Perum maka pengerukan juga ditetapkan sebagai Perum dan terpisah dari Perum pelabuhan. Pada tahun 1991 Perencanaan Pelabuhan I Ir.H.R. Soenarno. AS 4
seperti halnya pelabuhan pengerukan juga ditetapkan sebagai Persero dan disebut PT. Rukindo Persero.
PT. Rukindo Persero merupakan perusahaan pengerukan yang memiliki armada keruk yang cukup besar, yakni terbesar ketiga di Asia setelah armada keruk dari Jepang dan Korea.
I.3. MACAM-MACAM PELABUHAN BERDASARKAN KRITERIA
Adapun macam-macam pelabuhan berdasarkan kriteria , maka dapat dikelompokan menjadi 4 kelompok sebagai berikut :

a. BERDASAR KONSTRUKSI / TEKNIS
1) Pelabuhan alam : Pelabuhan secara alamiah sudah memenuhi kriteria. Berada diteluk atau muara sungai yang cukup dalam.

2) Pelabuhan buatan : Pelabuhan yang dibuat dengan mengurug perairan untuk dijadikan pelabuhan dan jika diperlukan diberi pemecah atau penahan gelombang atau pier (tanggul) dan lain-lain.

3) Artificially excavated port : Pelabuhan yang dibangun dengan mengeruk daratan/ pantai untuk dijadikan kolam pelabuhan.



b. BERDASAR JENIS PERDAGANGAN
1) Pelabuhan sungai : Untuk perdagangan local

2) Pelabuhan pantai : Untuk perdagangan interinsuler

3) Pelabuhan samudra : Untuk perdagangan internasional



c. BERDASAR JENIS PUNGUTAN JASA :
1) Pelabuhan yang diusahakan : Pelabuhan yang dikelola oleh BUMN (Badan Usaha Milik Negara), di Indonesia PT. PELINDO (Persero).

2) Pelabuhan yang tidak diusahakan : Pelabuhan di Indonesia yang tidak dikelola BUMN, tetapi langsung dikendalikan dibawah pemerintah cq Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.

3) Pelabuhan otorita : di Indonesia contohnya Pelabuhan di Batam

4) Pelabuhan Bebas : di Indonesia contohnya Pelabuhan Sabang.

Perencanaan Pelabuhan I Ir.H.R. Soenarno. AS 5

d. BERDASAR KEGIATANNYA ( UMUM / KHUSUS )
1) Pelabuhan umum (Niaga/Commersial)

2) Pelabuhan Industri : Plb. Miyak di Balikpapan, plb. Batubara di Tarahan Lampung, plb. Perikanan di Muara Karang, plb. Pupuk di PUSRI Pelembang, plb petrokimia di Gresik dan lain-lainnya.

3) Pelabuhan Militer (pangkalan) : Pangkalan di Teluk Semangka Lampung, Pangkalan Angkatan Laut di Surabaya dan lain-lain

4) Pelabuhan Kayu (Logpond) : Kolam pelabuhan penyimpan kayu-kayu.

5) Pelabuhan Marina untuk Yacht, motor boat dan lain-lain

6) Pelabuhan turis : untuk kapal-kapal pariwisata

7) Pelabuhan untuk tempat berlindung (refuge) dan lain-lain.

Perencanaan Pelabuhan I Ir.H.R. Soenarno. AS 6
BAB II
PASANG SURUT AIR LAUT
II.1. PENDAHULUAN
Pasang dan surut pada air laut terjadi akibat adanya gaja tarik Bulan dan/atau Matahari terhadap Bumi. Pasang berarti muka air laut lebih tinggi dari keadaan normal, sedang surut berarti lebih rendah dari keadaan normal.
Terhadap gerakan/pasang surut ini ada 2 (dua) buah teori :

1. Teori setimbang dari Newton (1687)

2. Teori dinamis dari Laplace (1749 - 1827)

II.2. BERDASARKAN TEORI NEWTON.
Bumi merupakan bola padat yang dilapisi dengan air secara merata, pada tiap saat akan terjadi/terdapat situasi statis yang setimbang (momentaneous static stability). 24 jam - 50 menit - 28 detik12 jam - 25 menit - 14 detikABDEF90180270360270901803600aaEF = 2 afase untuk tinggi h1/2
Gambar II.1. Kondisi Pasang Surut Air Laut.
Absis : menyatakan waktu dalam satuan jam atau derajat.
Ordinat : menyatakan tinggi permukaan air. Perencanaan Pelabuhan I Ir.H.R. Soenarno. AS 7
__ __ __ __
AB = CD AB dan CD disebut Amplitudo
Dalam Sinusoida tersebut diatas, digambarkan seakan-akan, Matahari mengelilingi Bumi dalam waktu 24 jam sedangkan Bulan mengelilingi Bumi dalam waktu 24 jam 50 menit 28 detik. BOAOa==QOPOb==ABQOPRamplitudo=δ21FαρExyBumiLapisan air ( hydrosfeer )LingkaranEllipsFOB∠=αFO=ρ
Gambar II.2. Proyeksi Bumi padat saat terjadi pasang surut.
Untuk mengetahui tinggi muka air laut setiap saat di setiap tempat, seperti yang tertera dalam buku pasang surut, kita gambarkan proyeksi Bumi padat saat terjadinya pasang surut seperti tersebut diatas.
Banyaknya air yang melapisi Bumi (Hydrosteer) tidak berubah. Karena itu akibat gaya tarik Bulan / Matahari, maka lingkaran dengan Radius R berubah menjadi ellips yang luasnya sama.
Persamaan = πR2 = πab
R = …………………………. ( 1 ) ba. Perencanaan Pelabuhan I Ir.H.R. Soenarno. AS 8
Misalkan a – b = δ → a = b + δ ………………… (2 )
(2) substitusi ke (1) menghasilkan :
R = = = = )(δ+bb δbb+2 22)2/1(δδ++bb2)2/1(δ+b
= b + ½δ
Karena δ sangat kecil terhadap b (δ <<<< b) Maka pada nilai tersebut diatas dapat ditambah (½δ)² Jadi R = b + ½ δ → b = R - ½ δ ……………… ( a ) a = R + ½ δ ……………… ( b ) Bila OF = ρ, maka koordinat titik F (X,Y) Maka X = ρ cos ……………… ( c ) α Y = ρ sin ……………… ( d ) α Persamaan Ellips : 12222=+bYaX Substitusi (a), (b), (c) dan (d) kedalam persamaan Ellips. 121sin.21cos.222222=−++δαρδαρRR 2222222212122cos141212cos41−+=−−++++−δδαδδαδδρRRRRRR ()()[]2222222412cos2cos2cos.2.cos21−=−+−+−−+δαδδαδαδαρRRRRRRRRR ()4222cosRRR=−αδρ ρ² (R² - Rδ cos 2 α + ¼δ² cos² 2 α) = R4 ≈ ρ4 ρ² (R - ½δ cos 2 α )² = ρ 4 ρ (R - ½δ cos 2 α ) = ρ² R - ½δ cos 2 α = ρ - ½δ cos 2 α = ρ - R Perencanaan Pelabuhan I Ir.H.R. Soenarno. AS 9 RCOS−=ραδ221 ½δ = Amplitudo ; cos 2 α = cosinus phasenya ; ρ – R = Tinggi m.a laut. Jadi Tinggi muka air laut = Amplitudo x cos phase. Sekarang perlu diketahui besarnya gaya tarik benda-benda angkasa. Seperti telah diketahui gaya tarik antara 2 (dua) benda angkasa masing-masing dengan massa m1 dan m2 dengan jarak antara R sedang kedua benda tersebut tidak bergerak, m1 m 2 M R Gambar II.3. Gaya Tarik benda angkasa dengan massa berbeda Maka besarnya gaya tarik : C = konstanta. =CRmmK221. Bila m2 bergerak mengelilingi m1 seperti halnya bulan mengelilingi bumi, maka dengan adanya gaya-gaya centrifugal gaya tarik menjadi : =CRmmK321. Rumus ini kita pergunakan untuk membandingkan gaya tarik Bulan terhadap Bumi dan gaya tarik Matahari terhadap Bumi, seperti diketahui bahwa; Massa Matahari = 319.500 x massa Bumi Massa Bulan = 0,0125 x massa Bumi Jarak Matahari = 11.600 x Diameter Bumi Jarak Bulan = 30 x Diameter Bumi. Jadi : 33600.11319500:300125,0....=MataharitarikGayabulantarikGaya Perencanaan Pelabuhan I Ir.H.R. Soenarno. AS 10 = 2,26 : 1 Maka Amplitudo akibat gaya tarik Bulan = 2,26 kali, Amplitudo akibat gaya Tarik Matahari. Gambar II.4. Perbedaan sinusoida pasang surut Matahari dengan pasang surut Bulan Pasang surut diartikan dengan naik turunnya permukaan air secara periodic akibat gaya tarik bulan dan matahari terhadap bumi, serta terjadinya pergerakan dalam system kedudukan bumi – bulan – matahari. Meskipun benda-benda angkasa lainya menimbulkan gaya tarik pada bumi, tetapi bulan dan mataharilah penyebab utama terjadinya pasang surut yang diakibatkan oleh bulan lebih besar dari pada yang disebabkan oleh matahari (akibat matahari ± 44% dari akibat bulan) (1 / 2,26 = 44 %). Pasang surut terbesar terjadi ketika kedudukan bumi – bulan – matahari berada pada satu garis lurus, yang disebut “Spring tides” sedangkan Pasang surut terkecil terjadi ketika kedudukan bumi – bulan – matahari membentuk garis tegak lurus yang disebut “neap tides”. Kondisi meteorologipun seperti perubahan tekanan barometrik dan perubahan musim dapat juga menyebabkan pasang surut, tetapi pengaruhnya tidak terlalu besar. Perencanaan Pelabuhan I Ir.H.R. Soenarno. AS 11 Berdasarkan pengalaman banyak diketahui mengenai terjadinya pasang surut dipantai-pantai, tetapi sedikit sekali pengetahuan mengenai terjadinya perubahan muka air dilautan, gerakan pasang surut diikuti oleh gerakan mendatar yang disebut “Arus pasang surut” (tidal current). Perencanaan Pelabuhan 1 Ir.H.R. Soenarno AS 12 BAB III ARUS AIR LAUT III.1. PENDAHULUAN. Arus pasang surut merupakan arus periodik yang bervariasi menurut tempatnya dan tergantung dari : - Sifat pasang surut - Kedalaman air laut - Keadaan topografi Dipantai-pantai arus pasang surut akan berulang secara teratur (periodik), sedangkan dilautan akan berputar kembali arah dan kecepatan dari jam ke jam. Arus laut akibat pasang surut terjadi dari permukaan air laut sampai dasar perairan, karena arus akibat pasang surut jauh lebih penting bagi teknisi sipil dibanding arus laut yang diakibatkan oleh angin. Arus akibat angin ini hanya dipermukaan saja. Arus pasang adalah arus kearah darat, Arus surut adalah arus kearah laut, Arus pasang surut menimbulkan “ arus secundair “ Gambar III.1. Arah arus pasang, arus surut dan arus sekunder. Perencanaan Pelabuhan 1 Ir.H.R. Soenarno AS 13 Berdasarkan KEADAAN TOPOGRAFI, arus pasang surut dapat dibagi menjadi : a) Rotary Type, seperti arus dilautan dan disepanjang pantai b) Rectilinier atau Reversing Type, terjadi pada sebagian besar daerah pedalaman, seperti pada sungai-sungai. c) Hydraulic Type, seperti diselat-selat yang menghubungkan dua lautan. Selain arus pasang surut, dilautan terdapat pula arus-arus lain yang sangat sulit untuk dipelajari, karena sebetulnya semua arus itu terjadinya serentak, sukar untuk dipisah-pisahkan. Diantara arus-arus selain arus pasang surut, ialah : a) WIND DRIFT CURRENTS Bila angin bertiup diatas permukaan air, maka akan timbullah gesekan (shear stress) pada permukaan air tersebut, dan menyebabkan air terseret oleh gerakan angin. Arus ini biasanya lemah dan tidak merupakan faktor penting dalam sediment transport. Tentu saja angin yang bertiup dengan waktu lama (hari) pada daerah yang luas (mil persegi), akan menimbulkan arus yang cukup besar. b) WARE INDUCED CURRENT. Angin yang bertiup dipermukaan air akan memberikan energi pada air, dimana sebagian energi dipakai untuk membentuk arus permukaan, dan sebagian lagi untuk membentuk gelombang permukaan, pembagian energi ini sampai sekarang belum bisa diketahui. Dalam daerah dimana arus dan gelombang (wind waves) timbul pergerakan partikel air adalah variable, dan sesudah angin bertiup lagi atau arus dan gelombang bebas dari angin, maka arus disebut Inertia Current dan gelombangnya disebut Swell. III.2. CARA PENGUKURAN KECEPATAN DAN ARAH ARUS. Dalam hal ini terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan, diantaranya adalah menggunakan cara sebagai berikut : a) CARA SEDERHANA Perencanaan Pelabuhan 1 Ir.H.R. Soenarno AS 14 Dengan menggunakan pelampung Gambar III.2. Cara sederhana pengukuran Arah dan Kecepatan Arus. Arah perubahan tempat pelampung merupakan arah arus; kecepatannya adalah jamkmjamkm/2714= b) DENGAN PERALATAN ( CURRENT METER) Kecepatan dan arah arus dapat diukur dengan dua cara : 1) Eulerian Method : dengan menggunakan Current Meter 2) Lagrangian method : dengan menggunakan Tracing Floats Arus dilaut adalah super posisi dari perioda tidal current dengan arus yang hampir terjadi setiap waktu, karena itulah kecepatan arus perlu diukur pada lapisan-lapisan yang berbeda setiap 30 menit sampai 1 jam, untuk selama ± 25 jam dengan current meter. Ada beberapa jenis current meter antara lain : Perencanaan Pelabuhan 1 Ir.H.R. Soenarno AS 15 - Ekman – Merz Current meter - G.E.K (Geomagretic Current meter) - T - S. Self Recording Current meter - Omo Type self recording Current meter - Direct reading current meter III.3. FENOMENA ARUS TERHADAP BANGUNAN AIR Gambar III. 3. Perubahan contour dan terjadinya silting dan scouring sebagai akibat bangunan air yang masif. Apabila pada suatu teluk dengan arah arus tergambar, dibangun bangunan konstruksi dermaga beton misalnya berupa konstruksi masif dimana arus air tidak dapat lewat, maka akan terjadi pembelokan contour seperti terlihat dalam gambar garis-garis putus (----) dengan akibat yang fatal yakni : Disebelah kiri bangunan terjadi silting atau pendangkalan serta disebelah kanan bangunan terjadi scouring atau penggerusan dimana kedua hal ini merupakan kerugian, cela atau hal yang negatif, masih ditambah lagi kedalaman muka dermaga yang sesuai rencana adalah 10 meter dibawah LWS bisa berubah menjadi kurang dari 5 meter dibawah LWS misalnya, untuk mengatasi kejadian tersebut diatas, maka apabila pada suatu daerah perairan seperti diatas akan dibangun bangunan air, Perencanaan Pelabuhan 1 Ir.H.R. Soenarno AS 16 dermaga kapal misalnya, maka konstruksi dermaga tersebut tidak boleh berupa konstruksi masif, tetapi harus direncanakan dengan konstruksi tiang pancang sehingga air diberi jalan untuk tidak terhambat dan fenomena tersebut tidak terjadi, walaupun biaya yang diperlukan lebih mahal dari pada konstruksi masif, perlu diketahui bahwa biaya perbaikan apabila terjadi fenomena tersebut akan jauh lebih mahal dari pada perbedaan biaya sebelumnya. HHW = Highest highwater (duduk air tertinggi) HWS = High Water Springtide (duduk air tinggi rata-rata) MSL = Mean Sealevel (permukaan rata-rata air) LWS = Low Water Springtide (duduk air rendah rata-rata) LLW =Lowest Low Water (duduk air terendah) Gambar III.4 Istilah permukaan air laut III.4. PENGUKURAN KEDALAMAN (UKURAN KEDALAMAN) AIR LAUT : Permukaan air laut itu tidak tetap, seperti tergambar diatas, maka terdapat istilah sebagai berikut, Karena istilah baku bahasa Indonesia belum ada, maka kita sebut istilah asingnya, sehingga bila mempelajari buku asing dapat mengetahuinya seperti :H.H.W : Highest High Water yang artinya duduk air tertinggi H.W.L : High Water Springtide atau duduk air tinggi rata-rata M.W.S : Mean Sea Level atau permukaan Air rata-rata L.W.S : Low Water Springtide atau duduk air rendah rata-rata L.L.W : Lowest Low Water atau duduk air terendah Perencanaan Pelabuhan 1 Ir.H.R. Soenarno AS 17 Ukuran LWS merupakan ukuran Peil duga dilaut untuk menentukan ukuran kedalaman air (waterdepth) atau titik/garis 0 dilaut. Perencanaan Pelabuhan 1 Ir.H.R. Soenarno AS 18 BAB IV GELOMBANG ( WAVE PROPERTIES ). IV.1. PENDAHULUAN. Gambar IV.1. Kejelasan mengenai Panjang, Tinggi dan Periode Gelombang serta Puncak dan Lembah Gelombang L = Panjang gelombang (Wave length) H = Tinggi gelombang (Wave height) T = Periode gelombang (Wave period) Crest = Puncak gelombang Through = Lembah gelombang BENTUK GELOMBANG dipengaruhi oleh : 1) Kecepatan angin meniup (wind velocity) 2) Lamanya angin meniup (duration) 3) Kedalaman air (waterdepth) 4) Keadaan dasar laut (shape of the bottom) Perencanaan Pelabuhan 1 Ir.H.R. Soenarno AS 19 Bentuk tersebut dinyatakan dengan nilai perbandingan L/H. Contoh : Di danau dengan perairan yang dangkal L/H bernilai antara 9 s/d 15, untuk dilautan (samudra luas), nilai L/H antara 17 s/d 33 Gelombang tidak mendapat geseran, karenanya jauh sekali, bahkan disamudra luas terdapat gelombang tanpa ada angin. IV.2. GELOMBANG (WAVE) Persoalan gelombang air laut (sea waves) merupakan masalah yang dapat dijumpai disetiap pelabuhan, akibat adanya gelombang, kita harus membangun breakwater (penahan gelombang / pemecah gelombang) untuk mendapatkan kolam pelabuhan yang tenang, sehingga kapal dapat bertambat dengan aman dan pekerjaan bongkar/muat dapat berjalan dengan lancar. Gelombang adalah juga penyebab utama terjadinya littoral drift, bahkan tidak jarang timbul gelombang besar beserta typhoon yang merusak, dimana kita belum mampu meramalkan kapan terjadinya gelombang tersebut. Bila gelombang dapat dimengerti dan dapat dianggap sebagai gerakan vertical dari permukaan laut, maka berdasarkan periode gerakannya, gelombang dapat dibagi sebagai berikut : a) CAPILLARY WAVES Yaitu gelombang dengan periode (T) ≤ 0,07 detik, panjang gelombang (L) ≤ 1,7 cm, dan tinggi gelombang (H) 2 ā 3 cm. Bila periodenya ≤ 0,3 detik, Capillary waves disebut juga ripples b) Wind Waves Yaitu gelombang yang ditimbulkan oleh angin, dengan periode 10 ā 15 detik, tinggi gelombang tidak jarang > 10 m (di Northen Pacific tinggi gelombang yang pernah dicatat mencapai 34 m)

c) Swell

Yaitu gelombang lanjutan dari wind waves yang telah bebas dari daerah tempat bertiupnya angin. Swell biasanya mempunyai periode yang lama (± 20 detik) dan Perencanaan Pelabuhan 1 Ir.H.R. Soenarno AS 20
tinggi gelombangnya makin lama makin berkurang sebanding dengan jarak yang ditempuh. Gabungan antara wind waves dengan swell, disebut Ocean waves atau sea waves.

d) Long Period Waves

Yaitu gelombang yang mempunyai periode 20 a 30 detik, dengan tinggi gelombang yang tidak begitu besar, long period waves sangat sulit diselidiki dan dimengerti.

e) Tsunamis

Yaitu gelombang yang timbul karena adanya gerakan tiba-tiba dari dasar laut, seperti gempa bumi tectonic dan atau vulcanic eruptions. Periodenya dapat berlangsung dari beberapa menit sampai ± 1 jam.
Ada pula sejenis tsunamis yang disebabkan oleh Cyclone atau Typhoon, yaitu badai yang dapat berlangsung sampai beberapa jam dan dapat menimbulkan gelombang yang tinggi.
Selain klasifikasi diatas, gelombang dapat pula dibedakan berdasarkan kedalaman air, yaitu :
Deep water waves : ½ ≤ h/L < ∞ Intermediate depth : 1/20 < h/L < ½ Shallow water waves : 0 < h/L ≤ 1/20 dimana h = kedalaman air (water depth) dan L = panjang gelombang (wavelength) Semua gelombang yang ada dilautan adalah irregular waves atau random waves, dan sangat sulit untuk dipelajari dan dianalisa. Untuk menganalisa dan membuat rumus-rumus kita harus menganggap regular waves, dengan tinggi gelombang tetap dan periode gelombang yang berlangsung tak terbatas. Berdasarkan anggapan ini kita bisa menyatakan besarnya suatu gelombang yakni dengan : Tinggi gelombang (H) Perencanaan Pelabuhan 1 Ir.H.R. Soenarno AS 21 Periode gelombang (T) Panjang gelombang (L) dan Kedalaman Air (h) IV.3. PANJANG DAN KECEPATAN GELOMBANG Kita mengenal kecepatan sebagai ukuran (speed) juga kecepatan bergerak (velocity) dan disini kita mengenal kecepatan yang disebut : Celerity. Bila kita melemparkan sobekan kertas kepermukaan air yang bergelombang, maka beberapa waktu kemudian sobekan kertas tersebut berpindah tempatnya, walaupun sobekan kertas tersebut tidak dapat bergerak sendiri seperti mobil misalnya dan airnya tidak bergerak, tidak ada arus melainkan gelombang yang dasarnya pergerakan vertical. Kecepatan bergerak sobekan kertas tersebut akibat energi gelombang yang disebut : Kecepatan merambat gelombang atau celerity energy propagatian dengan symbol (C). L=LhTgππ2tanh2.2 LhLgTLCππ2tanh2.== dengan : g = percepatan gravitasi. C = celerity of propagation. Hubungan antara L, h, T, dan C dinyatakan sebagai berikut : L== LhTgππ2tanh2.2 LhCLgππ2tanh222 Jadi LhLgCππ2tanh2.2= LhLgCππ2tanh2.= Perencanaan Pelabuhan 1 Ir.H.R. Soenarno AS 22 Untuk deepwater waves dan long waves ( shallow water waves) persamaan diatas dapat disederhanakan sebagai berikut: Deep water waves : dan 22TgLoπ= TgCoπ2= Long waves (Shallow water waves) : dan ghTL= ghC= a) Profil pada Gelombang (surface Profile) (m) Elivasi muka air diatas mean water level (MWL) dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut : −=tTxLSinHtxππη22.2),( = )(22CtxLSinH−π Untuk menentukan clearance dari lantai konstruksi pelabuhan seperti dermaga, dolphin dan lain-lain, maka dianjurkan untuk mengambil crest height sebesar 65% a 75% dari tinggi gelombang terbesar dimana : η = Surface profile (m) H = tinggi gelombang (m) L = panjang gelombang (m) T = periode gelombang (detik) b) Gerakan partikel air pada gelombang (Velocity of water particle) - (m/det) Kecepatan gerak partikel air akibat gelombang dapat dinyatakan dengan : Kecepatan arah horizontal = (m/det) Perencanaan Pelabuhan 1 Ir.H.R. Soenarno AS 23 −+=tTxLSinLhSinhLhxCoshTHπππππμ2222. Kecepatan arah vertical : (m/det) −+−=tTXLCosLhSinhLhzSinhTHπππππω22.2.2. Dimana z = elevasi partikel diukur dari MWL (Persamaan ini berlaku baik bila H relatif kecil). c) Percepatan gerakan partikel air pada gelombang (Acceleration of water particle) (m/det2 ) −+−=∂∂tTxLCosLhSinhLhzCoshTHtπππππμ22.22..222 −+−=∂∂tTxLSinLhSinhLhzSinhTHtπππππω22.2.2..222 d) Tekanan air pada gelombang (Pressure in the water action of waves) - (tf/m2) ztTxLSinLhCoshLzhHPo0222.2.cosh.21ωππππω−−+= Dimana ωo = berat volume air (tf/m3 ) (unit weight of water) e) Energy gelombang (Average energy of waves per unit area of water surface) (tf.m/m2) Perencanaan Pelabuhan 1 Ir.H.R. Soenarno AS 24 Tiap partikel air yang bergerak dalam gelombang mempunyai energi potensial (Ep) dan energi kinetik (Ek) yang sama besarnya yaitu: Ep = Ek = 1/16 ωo H 2 E = Ep+Ek = 1/8 ωo H2 (energi total) f) Average energy transported in the progressive direction of waves across unit width in unit time (tf.m/m) / detik. Bila gelombang mulai bergerak kedaerah perairan tenang, maka ia akan memberikan enersi sebesar : W = Cg.E = n.CE dimana W = energy rata-rata gelombang persatuan lebar Cg = n.C = Group velocity (m/det) dari gelombang +=LhSinhLhnππ4.4121 Untuk deep water h/L → ∞ sehingga n = ½ dan Cg = nC = ½ C )det(56,114,3280,92mTTxTgCo===π Lo = Co T = 1,56 T2 (m) Cg (group velocity) = ½ C o = 0,78 T (m/det) = 2,81 T (km/h) Perencanaan Pelabuhan 1 Ir.H.R. Soenarno AS 25 Gambar IV.2. Grafik International Course In Hydraulic Engineering. Perencanaan Pelabuhan 1 Ir.H.R. Soenarno AS 26 TABEL FITURE 2-6 Perencanaan Pelabuhan 1 Ir.H.R. Soenarno AS 27 IV.4. PENYELIDIKAN GELOMBANG Untuk mengetahui keadaan gelombang yang sebenarnya, maka perlu diadakan penyelidikan gelombang dilapangan. Data-data hasil penyelidikan ini kemudian dianalisa untuk perhitungan dan model test, guna mendapatkan kolam pelabuhan yang tenang. Penyelidikan harus dilakukan selama mungkin, tetapi bila tidak ada data sama sekali dan data-data sangat diperlukan misalnya untuk model test, maka penyelidikan dapat dilaksanakan minimum 3 – 4 bulan, dengan memilih musim dimana diperkirakan gelombang terbesar akan terjadi. Dalam penyelidikan lapangan ini selain periode dan tinggi gelombang, harus pula arah gelombang selalu dicatat. Disamping itu harus dilakukan penyelidikan angin pada waktu yang bersamaan dengan penyelidikan gelombang. Profil gelombang yang ada dilaut sangatlah tidak teratur, berbeda dengan profil gelombang yang didapat dari percobaan di laboratorium, dimana profil gelombang dilaboratorium seolah-olah berbentuk sinusoida. Karena itulah, definisi mengenai periode dan tinggi gelombang , hanya dibuat sebagai dasar untuk menganalisa data-data. Misalnya : untuk mendapatkan data tinggi gelombang, kita harus mempunyai minimal 100 data tinggi gelombang secara tidak terputus (Continues Record). Rata-rata dari seluruh data tinggi gelombang tersebut merupakan Tinggi gelombang rata-rata (H). Dari data tersebut dapat dibuat persamaan [ Hsign = H⅓≈ 1,6 H] dimana H ⅓ = H significant Tentu saja dari 100 data itu akan ada tinggi gelombang yang lebih besar dari H⅓(± 13% dari seluruh data) Dalam hal ini kita bisa mengambil tinggi gelombang maximum (H max ) sebagai berikut : [ Hmax ≈ (1,6 s/d 2,0) H⅓] Begitu pula, periode gelombang pun merupakan bilangan variable seperti halnya tinggi gelombang. Untuk periode ini telah dibuat persamaan pendekatan [ Tmax ≈ T⅓≈ 1,1 T] dimana T max = periode dari gelombang terbesar T ⅓ = Significant wave periode ( periode dari gelombang significant ). Perencanaan Pelabuhan 1 Ir.H.R. Soenarno AS 28 T = Periode rata-rata Pemilihan antara Hmax, H⅓ atau H waktu mendesign, tergantung dari type konstruksinya, untuk steel piling dan vertical wall (caisson) breakwater, pada umumnya didesign terhadap Hmax, sebab dengan sekali hantaman oleh gelombang besar, kemungkinan konstruksi akan ambruk, sedangkan untuk rubblemound breakwater, umumnya didesign dengan H⅓ atau Hsignificant, sebab kemungkinan runtuhnya konstruksi hanya disebabkan oleh jumlah (banyaknya) hantaman gelombang. Telah diketahui bahwa gelombang dilaut, variable dalam tinggi, periode dan arah, dapat kita anggap bahwa gelombang tersusun dari banyak sekali gelombang sinusoidal yang berbeda tinggi, periode maupun arahnya. Karena itu sangat sulit menentukan bagaimana energi nya didistribusikan, terutama dalam hal frekuensi dan arah. Fungsi yang menggambarkan distribusi dari energi gelombang disebut wave spectrum, dan parameter yang menunjukan derajat wave energy concentration terhadap arahnya dinyatakan dengan Smax. Untuk swell Smax = 75, dimana energi tersebar ± 30o dari arah gelombang, sedangkan untuk wind waves Smax = 10, dengan sudut penyebaran energi ± 60o dari arah gelombang (Smax = spectrum maximum). IV.5. WAVE REFRACTION (REFRAKSI) DAN WAVE DIFFRACTION (DIFRAKSI) Didalam pergerakannya menuju pantai, gelombang selalu berusaha untuk mengubah bentuk dan arahnya. Bila gelombang masuk kedaerah perairan yang relatif dangkal (h ≤ ½L), maka gelombang tadi mulai mencapai dasar perairan, dan secara perlahan-lahan merubah arah geraknya terhadap garis tegak lurus pada contour kedalaman perubahan gerak akan terlihat jelas setelah mencapai pantai, dimana puncak gelombang sejajar dengan garis pantai. Kejadian diatas disebut wave refraction, yang terjadi akibat perbedaan kecepatan gerakan gelombang dalam penyebarannya disebabkan perbedaan kedalaman. Wave refraction bukan saja menyebabkan perubahan arah geraknya, tetapi juga berubah dalam tingginya, perubahan tinggi gelombang akibat refraction, Perencanaan Pelabuhan 1 Ir.H.R. Soenarno AS 29 Perencanaan Pelabuhan 1Ir.H.R. Soenarno AS biasanya dinyatakan dengan Koefisien refraksi (Kr), yang hubungannya [H = Kr Ho).dimana H= tinggi gelombang sesudah refraksiHo = tinggi gelombang diperairan dalam (deepwater) Krmakin kecil, bila: h/Lomakin kecil, (α p)omakin besar dan Smaxmakin besar.(Lo= deepwater wave length, (αp)o= incident angle to the deepwater contour). Gambar IV.3. Surfzone, daerah dimana gelombang pecah. Dimana :Hp= H pada waktu gelombang pecahhp= h padawaktu gelombang pecah Daerah dimana gelombang pecah, disebutsurfzone. Bila kedalaman air berkurang darilaut menuju pantai maka puncak-puncak gelombang (crest) menjadi lebih tinggi dan panjang gelombang (L), menjadiberkurang sehingganilaiL/H menjadi kecil, makin lama crestmenjadi makin tajam dan akhirnya pecah. Pecahnya gelombang pada saat inicrest(puncak gelombang)sejajar pantai dan peristiwa ini disebut refraksi (wave Refraction).Bila kedalaman airh= 1,72 H dalam keadaan tidak ada angin, maka timbul yang disebut surf. Akibat timbulnyasurfini timbul Arus lawan atau ContraPerencanaan Pelabuhan 1 Ir.H.R. Soenarno AS 30 IV.6. DIFRAKSI (WAVE DIFFRACTION). Gelombang bila dalam pergerakannya dirintangi, misalnya oleh pulau atau breakwater,maka gelombang tersebut akan berusaha untuk mendorong dan menembus rintangan tersebut. Kejadiaan ini disebut wave diffraction (difraksi) Variasi diffracted wave heights dapat dihitung secara teoritis dan secara experiment dengan hydraulic models. Diffracted wave heights ini sangat dipengaruhi oleh arah gelombang yang datang pada rintangan, dan terjadi pada banyak parubahan pada periodenya disebabkan keadaan dasar laut yang sembarang. Berdasarkan hasil perhitungan dan experiment dengan hydraulic models, maka telah dibuat diagram-diagram tentang variasi dari diffracted wave heights, yang sangat berguna untuk menaksir distribusi tinggi gelombang didalam kolam pelabuhan. IV.6. EQUIVALENT DEEPWATER WAVE Setelah tinggi gelombang akibat refraksi dan difraksi didapat, sebaiknya dihitung pula Equivalent deepwater wave heights (Ho1 ) [Ho1 = Kd.Kr (H⅓)o] Dimana : Kd = Koefisien difraksi K r = Koefisien refraksi (H ⅓)o= Tinggi gelombang significant diperairan dalam (significant wave height in the deepwater). Pada perairan yang dangkal dan rata harus diperhitungkan pengurangan akibat friction dasar perairan pada H o1 . sedangkan untuk periodenya dapat diambil sama seperti periode dari deepwater waves : [ T⅓ = (T⅓)o] Konsep tentang equivalent deepwater waves ini hanyalah anggapan (buatan), untuk memungkinkan penggunaan data-data laboratorium dua dimensi dari wave breaking, runup dan data-data lain bagi prototype problems dalam tiga dimensi. IV.7. FETCH Timbulnya apa yang dinamakan fetch adalah sebagai berikut. Angin meniup dalam air, maka timbul energi. Energi tersebut bergerak dengan kecepatan Cgr (celerity of energy propagations) dan timbullah gelombang yang tumbuh (increasing wave). Perencanaan Pelabuhan 1 Ir.H.R. Soenarno AS 31 Pertumbuhan gelombang ini disebut fetch dan jarak pertumbuhan gelombang itu disebut fetch limitation. Gambar IV.4. Terjadinya apa yang disebut FETCH Untuk unlimited duration, maka [ Fetch limittion = Cgr.t ] Cgr= Celerity of energy propagation t = waktu dalam detik d = kedalaman (water depth) g = gravitasi = 9,81 m/det2 Gambar 4.5. Celerity of Wave Propagation =LdgLCππ2.tanh2Perencanaan Pelabuhan 1 Ir.H.R. Soenarno AS 32 Dimana : C = Celerity of wave propagation L = Panjang gelombang π2gLC=12≈Ldπ Untuk very deepwater sangat besar, sehingga tanh → Ldπ2 Apalagi apabila L < 2,3 d (depth) 99,02tanh=Ldπ d > L3,21 LdLdππ22tanh≈
Untuk shallow water
= LdgLCππ2tanh.2= LdgLππ2.2
gdC=
Catatan : shallow water
Refraksi : - Tidak ada energi transport

- sejajar dengan wave crest

Difraksi : - Point of breakwater

- ada energi transport

- sepanjang wave crest.

+=LdLdCCgrππ4.sinh4121
Untuk deepwater = Cgr= ½ C. 14.41=+LdSinLdππ
Untuk Shallowwater = 241=+SinhLdπ CCgr21= Perencanaan Pelabuhan 1 Ir.H.R. Soenarno AS 33
Secara analitis : π2gLC= TgCCTgCππ22.2=→=
TTgCxg56,1256,114,328,92==→==ππ
(C = dalam m/det)
Menurut tabel D7 CERC TR. No: 4
Untuk C = 22 knot → Periode Tn = 6,3 det
C = 22 knot = 10 m/det
Untuk deepwater Cgr = ½ C ; bila duration = t, maka Fetch limitation = Cgr.t = ½ C.t = ½ 10 t = 5 t m. Untuk t = 10.000 detik (misalnya) Flimitation= 50km
Pergerakan Fetch akan berhenti, apabila menabrak atau terhalang sebuah pulau atau bangunan seperti dermaga atau breakwater.
Thomas Stevenson (1864)
Menyusun rumus Fetch sebagai berikut, untuk long fetch, dimana F > 30 nautical miles sebagai berikut :
[ H = 1,5 ] F
untuk short fetch, dimana F < 30 nautical miles, sbb : []45,25,1FFH−+= dimana, H = dalam feeth F = dalam nautical mile ( statute mile ). Perencanaan Pelabuhan 1 Ir.H.R. Soenarno AS 34 Pada tahun 1934 D.A. Molitor bersama Stevenson. Menyempurnakan rumus Fetch limitation tersebut untuk long fetch (dimana F > 20 miles)
[]UFH17,0=
Dan untuk short fetch (dimana F < 20 miles) []45,217,0FUFH−+= dimana H = tinggi gelombang dalam feeth F = Fetch limitation dalam statute mile U = Kecepatan angin (wind Velocity) ,dalam knots (st.miles/hour). Catatan : 1 statute mile = 5280 feeth = 1,6093 km. CONTOH SOAL MENGENAI FETCH Hitunglah panjang Fetch limitation yang terjadi didaerah perairan bebas, dimana angin bertiup dengan kecepatan 22 knot dan tinggi gelombang setempat 1,185 meter, yang terjadi disini adalah short fetch. Penyelesaian soal : Untuk short fetch (F<20 miles) H = 0,17 + 2,5 - UF4F Tinggi gelombang H = 1,185 m = 3,89 ft Kecepatan angin U = 22 knot 3,89 = 0,17 + 2,5 - F22 4F 24xFxF=→= 3,89 = 0,17 X2 + 2,5 – X 22 0,797 X2 – X – 1,39 = 0 594,143132,512,1+=X X1 = 2,089 X 2 = - 0,8347 Perencanaan Pelabuhan 1 Ir.H.R. Soenarno AS 35 F1 = (2,089)4 = 19 miles< 20 miles F 2 = (- 0,8347)4 = 0,485 miles< 20 miles Baik F 1 maupun F2 < 20 miles, jadi keduanya memenuhi syarat. IV.8. WAVE SHOALING Gelombang yang memasuki perairan dangkal dari perairan dalam akan mengalami perubahan apa yang disebut wave shoaling. Pertama-tama tingginya sedikit berkurang kemudian bertambah lagi dengan perlahan-lahan, akibat penyebarannya kearah pantai. Kejadian ini disebabkan adanya perubahan kecepatan dari wave energy transport atau perubahan dari group velocity Cgr. Variasi tinggi gelombang akibat waves shoaling dapat dinyatakan dengan persamaan : [ H = Ks.Ho’] Dimana K s = shoaling cocfficient, yang merupakan fungsi dari relative waterdepth (h/Lo) dan wave steepness (Ho’/Lo ), serta telah diestimate dengan berbagai macam teori untuk menghitung harganya. IV.9. WAVE BREAKING Untunglah gelombang yang ada dilaut tidak bisa mencapai tinggi yang besar diluar batas tertentu, sebab menurut hukum hydrodinamic, gelombang beserta ketinggian nya adalah goyah dan akan pecah dengan sendirinya. Bila tidak, mungkin harus direncanakan breakwater untuk menahan gelombang yang tingginya lebih dari 100 mater. Batas tinggi dari wave breaking tergantung dari panjang gelombang, kedalaman air dan kemiringan dasar perairan. Untuk perairan dengan kedalaman yang tetap, secara teoritis didapat hubungan sebagai berikut: Hb ≈ 0,17 Lo untuk deepwater waves H b ≈ 0,83 h untuk very shallow water waves Perencanaan Pelabuhan 1 Ir.H.R. Soenarno AS 36 Sedangkan untuk intermediate depth waves dan very shallow water waves pada perairan dengan dasar yang miring, sumber informasi untuk menghitung breaker height, datang dari hydraulic model test. Untuk keperluan ini telah dibuat rumus empiris sebagai berikut : +−−=θπ34.tan15,1exp1.17,0oobLhLH Sebenarnya wave breaking yang ada dilaut lebih kompleks dari pada yang dinyatakan dengan rumus diatas, sebab ada waves tersusun dari berbagai tinggi yang silih berganti. Apabila gelombang mendekati pantai, maka pertama-tama gelombang besar pecah diperairan yang lebih dalam, sementara gelombang kecil tidak pecah, bahkan sampai keperairan yang sangat dekat dengan pantai. Daerah dimana gelombang pecah sendiri disebut “ Surfzone” Definisi mengenai breaker height dan break depth dari proses random wave breaking, merupakan definisi yang tidak jelas, sebab gelombang pecah tidak terjadi pada satu titik, melainkan bisa terjadi dimana-mana, akibatnya dibutuhkan sejumlah data dari breaker height dan breaker depth, bila akan menganalisa gaya-gaya gelombang yang berkerja pada konstruksi atau pantai. IV.10. PENGARUH GELOMBANG DIDALAM PELABUHAN Pelabuhan harus direncanakan dengan keadaan kolam yang tenang, sekecil mungkin adanya gelombang, hal ini bukan merupakan pekerjaan yang mudah, sebab gangguan gelombang dapat timbul karena: - Gelombang menembus / merembes melalui batu-batu rubble mound breakwater dan atau gelombang yang dihasilkan oleh massa air yang jatuh melalui puncak breakwater (Overtopping) dan menjadi sumber kedua bagi gangguan pada pelabuhan. Dapat dikatakan bahwa gangguan ini akibat adanya diffracted waves (difraksi dari gelombang) dari pintu masuk kolam (mulut breakwater) pelabuhan. Perencanaan Pelabuhan 1 Ir.H.R. Soenarno AS 37 - Refleksi/pantulan dari gelombang (reflection of waves ) oleh konstruksi yang mempunyai dinding vertical didalam pelabuhan. Bahkan dibeberapa pelabuhan getaran amplitudo rendah dengan periode beberapa menit, dapat mempersulit bongkar muat dan manambat kapal. Hal ini disebabkan adanya semacam gema getaran didalam kolam pelabuhan yang semi enclosed, meskipun amplitudo dari incident long period waves mungkin lebih kecil dari 10 cm, tetapi amplitudonya ditambah beberapa kali didalam pelabuhan oleh sifat perluasan gema, bila periode gema getaran hampir sama dengan incident period. Getaran dengan periode lama merupakan resiko lainnya, sebab gerakan horizontal partikel air dan kapal, sebanding dengan periode getaran. Bahkan akibat system manambat kapal pun, sering menimbulkan getaran dengan periode sampai beberapa menit. Untunglah getaran gelombang dengan periode lama ini hanya timbul setempat, sehingga banyak pelabuhan yang terhindar dari gangguan yang ditimbulkannya. Pengaruh gelombang ini akibat difraksi (wave diffraction) dan refraksi (refraction) dapat diperkirakan dengan cara: - menggunakan wave diffraction diagrams - numerical analysis - hydraulic model investigation Numerical analysis merupakan cara yang baru berkembang dengan menggunakan digital computer dan hasilnya cukup memuaskan. Numerical analysis dan hydraulic model investigation sebaiknya dikerjakan bersama-sama. IV.11. REFLEKSI DARI GELOMBANG (WAVE REFLACTION) Seperti halnya sinar dan suara, gelombang pun dapat dipantulkan oleh rintangan. Bila rintangan berupa dinding tegak dengan permukaan yang rata, maka gelombang akan dipantulkan sempurna, dimana tinggi gelombang sebelum dipantulkan akan sama dengan tinggi gelombang-gelombang hasil pantulan. Tetapi bila rintangannya tidak tegak, misalnya rubble atau block mound breakwater, maka gelombang akan dipantulkan sembarang (tidak sempurna), karena sejumlah energi dipakai untuk breaking dan terbulensi, sehingga tinggi gelombang tinggal 30 ả 50 % dari tinggi gelombang asal. Perencanaan Pelabuhan 1 Ir.H.R. Soenarno AS 38 Perbandingan antara tinggi gelombang pantulan dengan tinggi gelombang asal disebut reflection coefficient, dimana nilainya tergantung dari jenis konstruksi dan wave steepness. Didekat rintangan tinggi gelombang menjadi lebih tinggi, sebagai akibat adanya superposisi antara gelombang yang datang dengan yang dipantulkan. Untuk dinding vertikal, tinggi gelombang menjadi dua kali tinggi gelombang asal. Semakin jauh dari dinding, tinggi gelombang semakin berkurang, dan pada jarak ¼ L dari dinding, ekor dari regular wave memperlihatkan amplitudo sama dengan nol. Dalam kenyataan di laut , amplitudo ini tidak menjadi nol, tetapi tetap ada (lebih kecil daripada tinggi gelombang asal), disebabkan sifatnya yang random. Pada jarak kira-kira sejauh panjang gelombang (L) dari dinding, tinggi gelombang dapat diperkirakan sebagai berikut: 23123131RIsHHH+= dimana : index S = superposed; I = incident; R = reflected waves. Didalam praktek, dispersion of reflected waves boleh diperkirakan dengan menggunakan diffraction diagrams, dimana arah gelombangnya dianggap seperti pantulan cahaya pada kaca. Mengenai pengaruh gelombang didalam kolam pelabuhan sangat penting artinya bagi keamanan dan kelancaran bongkar muat bagi kapal yang berlabuh di outher harbour maupun ditambatan (didermaga). Walaupun tinggi gelombang yang memasuki outher harbour makin berkurang ,telah diketahui juga gangguan-gangguan lain, seperti adanya overtopping, adanya rembesan air lewat batu-batu rubble mound dan juga akibat gerakan kapal akan menimbulkan gelombang. Secara empiris diketahui bahwa kapal yang bertambat akan dapat mengerjakan bongkar muat dengan lancar dan aman, apabila tinggi gelombang disitu (didalam) antara 20 cm ả 30 cm. Perencanaan Pelabuhan 1 Ir.H.R. Soenarno AS 39 Gambar IV.6. Breakwater Thomas Stevenson : telah menyusun hubungan antara tinggi gelombang dimulut breakwater (Hluar = Hl ), tinggi gelombang dimuka tambatan (Hdalam = Hdl ), lebar mulut breakwater (b) , panjang tambatan (B) dan jarak per pendiculair antara mulut breakwater dengan tambatan (Y). −=40269,0YBbBbHHldlm Didalam praktek, maka dalam membangun breakwater, maka berapa panjang breakwater tersebut menjorok kelaut (Y) harus menghasilkan Hdlm≈ 0,20 ả 0,30 m Lingkaran dengan pusat tengah-tengah mulut breakwater dengan radius Y merupakan crest gelombang yang sama tingginya, makin dekat pusat, makin tinggi, dan makin jauh dari pusat makin rendah. Perencanaan Pelabuhan 1 Ir.H.R. Soenarno AS 40 IV.12. WAVE RUNUP DAN OVERTOPPING Bila gelombang melanggar konstruksi yang mempunyai bidang miring, maka gelombang akan naik melalui bidang miring tersebut, hal ini yang disebut “wave runup”. Gelombang akan naik sampai mencapai suatu ketinggian diatas MWL (mean water level). Wave runup berguna dalam menentukan tinggi (puncak) dari rubble mound breakwaters dan sea walls. Untuk menentukan “wave runup height” telah dilakukan percobaan-percobaan dengan berbagai structures. Salah satu rumus emperis untuk menentukan runup height pada bidang miring yang rata (smooth) ialah: Ru = ξ H untuk : 0,1 < ξ < 2,3 oLHαξ.tan= Dimana : Ru = runup height α = susdut miring bidang ξ = surf similarity parameter Untuk bidang yang kasar dan permeable, seperti bidang depan dari rubblemound breakwater, wave runup height tidak akan melebihi 1,0 H dalam segala hal. Runup height yang dibicarakan diatas tadi hanya berlaku untuk reguler waves saja, sedangkan untuk irregular waves sampai saat ini belum ada design kriterianya. Bila tidak diinginkan terjadi overtopping pada konstruksi, maka dianjurkan untuk mengambil runup height sama dengan tinggi gelombang terbesar dari data-data regular waves. Sebab bila puncak konstruksi lebih rendah dari runup height, maka akan timbul persoalan overtopping yang lebih sulit dari pada persoalan runup height, dimana nilai overtopping sangat dipengaruhi oleh banyaknya faktor, termasuk bentuk dan jenis material dari konstruksi sendiri. Perencanaan Pelabuhan 1 Ir.H.R. Soenarno AS 41 Perencanaan Pelabuhan 1 Ir.H.R. Soenarno AS 42 Figure 3-11. Wave Runup Corrections For Model Scale Effect. Perencanaan Pelabuhan 1 Ir.H.R. Soenarno AS 43 Perencanaan Pelabuhan 1 Ir.H.R. Soenarno AS 44 Figure 1-7. Deep Water Wave Forcasting Curves As A Function of Wind Speed Olah gerak kapal dan lay out breakwater Figure 1-7. Deep Water Wave Forcasting Curves As A Function of Wind Speed Perencanaan Pelabuhan 1 Ir.H.R. Soenarno AS 45 OLAH GERAK KAPAL DAN LAY OUT BREAKWATER Gambar IV.7. Olah Gerak Kapal Saat Memasuki Breakwater. Geraknya kapal ditentukan oleh gerak putaran propeller, karena itu gerak resultante dari kapal yang bergerak maju adalah : maju arah kiri. Perencanaan Pelabuhan 1 Ir.H.R. Soenarno AS 46 Berdasarkan experiment : lintasan kapal tersebut membentuk sebuah lengkung yang amplitudonya untuk kapal dengan kecepatan 6 s/d 8 knots → 300m, maka lebar efektif dari mulut breakwater adalah 300 m. Jika ditunda (dengan kapal tunda) maka kecepatan kapal tersebut dapat dikurangi menjadi 3 s/d 4 knot, yang berarti lebar efektif mulut breakwater (entranches) tersebut cukup 150 – 200 meter. Karena kapal tidak mempunyai rem jadi sukar untuk belak-belok, untuk itu sebaiknya alur pelayaran masuk (navigation channel) tagak lurus garis pantai. Penentuan water depth Gambar. IV. 8. Penentuan Waterdepth [ depth = draft + keel clearens] Keel clearens ditetapkan berdasarkan akibat-akibat: 1) pitching & rolling (cushion effect) 2) squat (akibat heaving) 3) beda pasang surut Pitching : H1 = 1,2 H ½ x 1,2 H = 0,6 H Perencanaan Pelabuhan 1 Ir.H.R. Soenarno AS 47 Gambar IV. 9. Gerak Naik Turun Kapal (Leaving) - misalnya beda pasang surut: 1,20 m → ½ x 1,20 m = 0,60 m - untuk kapal 10.000 DWT draft = 8,50 – 9,00 m - squat : 0,50 – 1,50 m (akibat kapal yang berjalan terdapat gerak naik turun yang disebut leaving) rolling putar/goyang 30= 1/20 rad. Untuk with 20 m 10 x 1/20 = 0,5 m. Jadi bila dijumlah ; draft = 8,50 – 9,00 m Akibat cushion effect 0,6 H + 0,50 = 1,90 m Beda pasang surut : 0,60 m Squat : 0,50 m Depth : 12,0 meter Untuk kapal-kapal ≥ 10.000 DWT → d = 1,2 x draft. Layout Breakwater Fungsi dari breakwater dimaksudkan untuk : 1) Perlindungan terhadap gelombang 2) Perlindungan terhadap pengendapan Lumpur (silting) 3) Jaminan keselamatan pelayaran 4) Mengarahkan arus (guidance of currents) Dalam perkembangan teknologi fungsi kedua (silting) sudah tidak begitu penting. Sedang terpenting adalah fungsi ke-1 dan ke-3. Perencanaan Pelabuhan I 48 Bab V PENAHAN / PEMECAH GELOMBANG ( BREAKWATER ) V.1. PENDAHULUAN. Makin berkembangnya teknologi angkutan laut, jelas membutuhkan kolam pelabuhan guna berlabuh dan bertambatnya kapal dalam perairan yang tenang. Hal tersebut menyebabkan perlunya breakwater sebagai penahan dan pemecah gelombang serta kolam yang tidak mudah terjadi pendangkalan (silting). Membangun breakwater tidak mudah, karena harus dibangun dari bawah air, sedang cuaca tidak sepanjang tahun merupakan cuaca yang baik, lagi pula harus diadakan pengukuran kekuatan tanah dasar (soil investigation) yang berupa “booring dan sondering”. Pada umumnya dasar perairan dapat dibagi 3 golongan : a) Lumpur dengan tegangan max 0 – 2 kg/cm2 b) Pasir dengan tegangan max 1-5 kg/cm2 c) Batu/karang dengan tegangan max 5 – 40 kg/cm2 Bila kondisi tanah dasar tidak baik, maka harus diusahakan memperkecil σ sejauh mungkin. 1) Membuat konstruksi yang ringan 2) Memperlebar dasar konstruksi, sehingga terjadi bentuk trapesium 3) Disamping hal-hal tersebut masih diadakan perbaikan tanah dasar (soil improvement) V.2. MACAM-MACAM BREAKWATER: 1) Type Rubblemount 2) Type Caisson 3) Type Sheetpilling 4) Pneumatic Breakwater Perencanaan Pelabuhan I 49 Berdasar bentuknya kita bedakan dua type 1) Bentuk Trapesium (Rubblemound type) 2) Bentuk persegi panjang (Caisson type) bentuk ini merupakan bentuk tembok tegak atau vertical wall, seperti halnya juga sheetpilling type. V.3 PEMILIHAN TYPE untuk menentukan type trapesium atau type persegi panjang dalam rencana design breakwater pada suatu daerah tertentu ditentukan oleh beberapa faktor: a) Keadaan dasar perairan (lembek atau kuat, Lumpur, pasir atau karang) b) Persediaan batu (apakah sumber batu jauh/dekat dari proyek cukup banyak atau tidak, sesuai rencana dan tersedianya ditempat sesuai rencana waktu) c) Keadaan permukaan perairan ( ada atau tidaknya gelombang ditempat rencana pembangunan) d) Beda pasang surut (untuk menentukan duration selama pekerjaan dibawah air / waktu surut) e) Keadaan air (waterdepth) (makin dalam makin menguntungkan type caisson) f) Tersedianya lahan untuk pekerjaan (worksite) (caisson membutuhkan worksite, sedang rubblemound tidak memerlukan) g) Peralatan, tenaga ahli, tenaga kerja dan cuaca. (caisson memerlukan peralatan besar dan banyak tenaga ahli, sedang rubblemound sebaliknya, tapi perlu banyak tenaga kerja). V.4. KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN MASING-MASING TYPE. Keuntungan type trapesium : 1) Mudah dalam pelaksanaan (tidak perlu alat-alat besar dan worksite yang luas) 2) Karena dasar bangunan luas, tekanan diatas tanah dasar kecil 3) Energi gelombang dipadamkan secara beraturan 4) Tak ada pengikisan (scouring) didasar bangunan. Perencanaan Pelabuhan I 50 Kerugian type trapesium: 1) Diperlukan banyak material 2) Diperlukan perawatan (maintenance) secara intensip 3) Gerakan gelombang merembes antar sela-sela batu, menyebabkan kolam pelabuhan tidak tenang. 4) Dapat terjadi overtopping 5) Tidak dapat dipakai sebagai tambatan kapal. Keuntungan type persegi panjang : Keuntungan disini merupakan kebalikan dari kerugian pada Trapesium antara lain : 1) Tidak memerlukan banyak material 2) Tidak memerlukan perawatan intensip 3) Gerakan gelombang tidak merembes kekolam 4) Tidak terjadi overtopping 5) Dapat dipakai sebagai tambatan kapal. Kerugian type persegi panjang : 1) Pelaksanaan harus teliti dan memerlukan banyak tenaga ahli 2) Tekanan diatas tanah dasar cukup tinggi 3) Energi gelombang dipadamkan secara medadak 4) Dasar bangunan dapat dikikis oleh gerakan air Dalam praktek pemilihan type breakwater ini tidak mudah, contohnya: Pembangunan breakwater dipelabuhan Semarang terpilih rubblemound tetapi terdapat kendala, banyaknya batu yang dapat disediakan dalam waktu 2 tahun tidak mencukupi karena kendala transportasi, maka di design kombinasi caisson-rubblemound diatas tiang pancang dan dibawah dinding turap baja (steel sheetpile). Perencanaan Pelabuhan I 51 Bila hanya dilihat dari dasar perairan dan besarnya gelombang, pada umumnya di Indonesia bagian barat dipilih type rubblemound, sedang diwilayah timur dipilih type caisson. V.5. BREAKWATER TYPE RUBBLEMOUND Rubblemound breakwater biasanya dibangun dari batu-batu yang besar (quarry stones) pada permukaannya. Bila batu-batu dengan ukuran besar tidak didapat, maka dapat diganti dengan blok-blok beton besar untuk menutup lapisannya. Batu dan blok beton ini disebut armour unit. Yang menjadi persoalan ialah berat minimum dari armour unit tersebut, sehingga mampu menahan gaya-gaya gelombang. Breakwater rubblemound tersebut terdiri dari crestblok, lapisan I yang disebut primairy coverlayer yang dibagian depan diperkuat dengan tetrapode, akmond, atau dollos, kemudian lapisan II yang disebut secondairy coverlayer, ditengah-tengah badan dibawah kaki (toe) dan selengkapnya tergambar dibawah ini. Gambar V.1. Breakwater Type Rubblemound. Berat crestblok dinyatakan W libes, sedangkan batu-batuan pada lapisan primairy coverlayer W/2 – W, dan untuk secondairy coverlayer W/15 – W/10 dan untuk badan brekwater W/6000 – W/200. untuk menentukan besarnya W digunakan rumus Hudson. Perencanaan Pelabuhan I 52 TABLE 4 - 2 KD VALUES FOR USE IN DETERMINING ARMOR UNIT WEICHT No-Damage Criteria Structure Trunk Structure Head Breaking Nonbreaking Breaking Nonbreaking Armor units u (a) Placement Wave (b) Wave (c) Wave (b) Wave (c) Smooth rounded Quarrystone 2 Random 2.5 2.6 2.0 2.4 Smooth rounded Quarrystone > 3 Random 3.0 3.2 - 2.9
Rough angular
Quarrystone 1 Random (d) 2.3 2.9 2.0 2.3
Rough angular
Quarrystone 2 Random (d) 3.0 3.5 2.7 2.9
Rough angular
Quarrystone > 3 Random (d) 4.0 4.3 - 3.8
Rough angular
Quarrystone 2 Special (e) 5.0 5.5 3.5 4.5
Modifled Cube 2 Random 7.0 7.5 - 5.0
Tetrapod 2 Random 7.5 8.5 5.0 6.5
Quadripod 2 Random 7.5 8.5 5.0 6.5
Hexapod 2 Random 8.5 9.0 5.0 7.0
Tribar 2 Random 8.5 10.0 5.0 7.5
Tribar 1 Uniform 12.0 15.0 7.5 9.5
Graded angular
Quarrystone Random KRR 1.7 for depth > 20 feet and
1.3 for depth > 20 feet

(a) n is the number of units comprising the thicknees of the armor layer.

(b) Minor-overtopping criteria.

(c) No-overtopping criteria

(d) The use of single layer of quarrystone is not recommended except under special conditions and when it is used, the stone should be carefully placed.

(e) Refers to special placement with long axis of stone placed normal to structure face.
Perencanaan Pelabuhan I 53 Perencanaan Pelabuhan I 54
TABEL D – 7
WIND AND SEA SCALE FOR FULLY ARISEN SEA
WIND SEA
Beanfort ( Windforce ) Description Range ( Knots) Wind Velocity ( Knots ) Wave Height
( Feet ) Significant Range of Period (seconds) Period of Max Energy of Spectrum (T max) T average period Average Wafe Length (Feet) Minimum Fetch (Nautical Miles) Minimum Duration (Hours)
Average Significant Av. 1/10 H. Max
U Calm 1 〈 0 0 0 0
1 Light Airs 1 – 3 2 0,05 0,08 0,10 1,2 〈 0,7 0,5 10in 5 18min
2 Light Breeze 4 - 6 5 0,18 0,29 0,37 0,4 -2,8 2,0 1,4 6,7 8 39min
3 Gentle Breeze 7 - 10 8,5 0,6 1,0 1,2 0,8 – 5 3,4 2,4 20 9,8 1,7
10 0,88 1,4 1,8 1,0 - 6 4 2,9 27 10 2,4
4 Moderate Breeze 11 - 16 12 1,4 2,2 2,8 1,0 - 7 4,8 3,4 40 18 3,8
13,5 1,8 2,9 3,7 1,4– 7,6 5,4 3,9 52 24 4,8
14 2,0 3,3 4,2 1,5-7,8 5,6 4,0 59 28 5,2
16 2,9 4,6 5,8 2,0-8,8 6,5 4,6 71 40 6,6
5 Fresh Breeze 17 - 21 18 3,8 6,1 7,8 2,5-10 7,2 5,1 90 55 8,3
19 4,3 6,9 8,7 2,5–10,6 7,7 5,4 99 65 9,2
20 5,0 8,0 10 3,0-11,1 8,1 5,7 111 75 10
6 Strong Breeze 22 - 27 22 6,4 10 13 3,4-12,2 8,9 6,3 134 100 12
24 7,9 12 16 3,7-13,5 9,7 6,8 160 130 14
24,5 8,2 13 17 3,8-13,6 9,9 7,0 164 140 15
26 9,6 15 20 4,0-14,5 10,5 7,4 188 180 17
7 Moderate Gale 28 - 33 28 11 18 23 4,5-15,5 11,3 7,9 212 230 20
30 14 22 28 4,7-16,7 12,1 8,6 250 280 23
30,5 14 23 29 4,8-17 12,4 8,7 258 290 24
32 16 26 33 5,0-17,5 12,9 9,1 285 340 27
8 Fresh Gale 34 - 40 34 19 30 38 5,5-18,5 13,6 9,7 322 420 30
36 21 35 44 5,8-19,7 14,5 10,3 363 500 34
37 23 37 46,7 6,0-20,5 14,9 10,5 376 530 37
38 25 40 50 6,2-20,8 15,4 10,7 392 600 38
40 28 45 58 6,5-21,7 16,1 11,4 444 710 42
9 Strong Gale 41 - 47 42 31 50 64 7,0 - 23 17 12 492 830 47
44 36 58 73 7,0-24,2 17,7 12,5 534 960 52
46 40 64 81 7,0 – 25 18,6 13,1 590 1110 57
10 Whole Gale 48 - 55 48 44 71 90 7,5 – 26 19,4 13,8 650 1250 63
50 49 78 99 7,5 – 27 20,2 14,3 700 1420 69
51,5 52 83 106 8 – 28,2 20,8 14,7 736 1560 73
52 54 87 110 8 – 28,5 21 14,8 750 1610 75
54 59 95 121 8 – 29,5 21,8 15,4 810 1800 81
11 Storm 56 - 63 56 64 103 130 8,5 – 31 22,6 16,3 910 2100 88
59,5 73 116 148 10 – 32 24 17 985 2500 101
12 Hurricane 64 - 71 64 〉 80 〉 128 〉 164 〉 10 – 35 ( 26 ) ( 18 )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar